16 Desember 2019

Menjadi Organisasi dengan Kehandalan Tinggi

Kecelakaan kereta, pesawat terbang, dan kebakaran di kilang minyak memiliki penyebab fisik yang sangat berbeda. Tetapi, di tingkat organisasi dan budaya perusahaan, akar penyebab kecelakaan-kecelakaan itu -secara mengejutkan dan menyedihkan- sangatlah serupa.

Contoh kontributor utama kecelakaan tersebut misalnya pemotongan anggaran yang tidak dipikirkan dengan matang, paket bonus atau pemberian hadiah yang mengalihkan fokus perhatian dari keselamatan operasi (misalnya hanya berorientasi pada pencapaian produksi saja), atau tidak mempertimbangkan implikasi aspek keselamatan dari sebuah keputusan perubahan organisasi.

Karena hasil penyelidikan kecelakaan menunjukkan temuan yang konsisten dengan gambaran penyebab organisasi dan budaya seperti hal-hal tersebut di atas, maka manfaat pembelajaran hasil investigasi menjadi terasa semakin kecil saja.

Oleh karena itu, ada alternatif cara lain yang bisa kita harapkan dapat mencegah kecelakaan, yaitu dengan mempelajari organisasi atau perusahaan berisiko tinggi yang tidak mengalami kecelakaan –yang akan kita sebut sebagai organisasi dengan kehandalan tinggi/high reliability organisation.

Istilah organisasi dengan kehandalan tinggi/High Reliability Organisation (HRO) muncul tahun 1980an ketika sekelompok peneliti lintas keilmuan di Universitas California Berkeley mengamati bahwa sudah banyak penelitian terhadap organisasi yang mengalami bencana atau kecelakaan serius, tapi sangat minim ada penelitian yang mengkaji organisasi yang meskipun beroperasi dengan teknologi dan tingkat bahaya yang tinggi, namun tetap dapat beroperasi tanpa mengalami kegagalan.

Ketiga organisasi yang ketika itu diteliti peneliti Berkeley yaitu pengontrol lalu lintas udara/Air Traffic Controller (ATC) penerbangan sipil, pembangkit listrik tenaga nuklir, dan kapal induk bertenaga nuklir.

Organisasi dengan kehandalan tinggi yaitu organisasi yang jika terjadi kegagalan atau kecelakaan akan memiliki dampak yang luas dan konsekuensi bencana. Organisasi tersebut umumnya memiliki dua karakteristik utama.

Pertama, memiliki interaksi yang kompleks (interactive complexity), yaitu organisasi yang interaksi antar komponen sistemnya tidak dapat diprediksi dan/atau tidak terlihat. Kedua, memiliki keterikatan yang ketat (tight coupling), yaitu organisasi dengan tingkat ketergantungan yang tinggi antar komponen, termasuk di antarnya elemen orang, peralatan, dan prosedur.

Apa yang dapat kita pelajari dari organisasi HRO dalam usaha pencegahan kecelakaan mereka? Apa yang telah mereka lakukan sehingga dapat beroperasi secara selamat?

Weick dan Sutcliffe menjabarkan lima hal utama yang dapat kita tiru untuk dapat mereplikasi kesuksesan yang ada di organisasi HRO dalam menjalankan operasinya dengan selamat dan produktif.

Pertama, fokus pada kerentanan terhadap kegagalan dibandingkan kesuksesan. Organisasi HRO memahami bahwa kesuksesan jangka panjang akan melahirkan kelengahan (complacency) sehingga mereka waspada dalam mencapai keberhasilan atau kesuksesan operasi.

Sebagai konsekuensi memahami kerentanannya terhadap kegagalan, HRO akan terus mencari kesalahan aktif dan laten yang dapat berpotensi dapat menjadi penyebab kegagalan; membangun sistem pelaporan hampir celaka atau near-miss, memantau perubahan di luar rentang operasi normal (process upsets), kondisi tidak selamat, prosedur yang salah, dan berbagai macam kegagalan kecil dan terbatas lainnya yang dapat dijadikan signal peringatan untuk menuju kegagalan yang lebih besar.

Kedua, enggan untuk menyederhanakan interpretasi. Organisasi yang suka memotong anggaran akan menganggap pekerja yang berperan untuk mengeksplorasi kerumitan dan memeriksa ulang kompetensi atau kesuksesan sebagai pengulangan yang tidak perlu, padahal pengulangan (redudancy) merupakan hal vital agar dapat mengumpulkan dan melakukan interpretasi informasi yang relevan, serta memeriksa ulang keputusan-keputusan penting guna menghindari bencana.

Ketiga, sensitif atau peduli terhadap pekerjaannya. Para pekerja di lini lapangan bekerja keras untuk menjaga kewaspadaan situasi kerja (situational awareness) dan sensitif atau peduli terhadap pekerjaanya. Mereka berusaha memahami implikasi dari kondisi yang ada saat ini terhadap proses kerja di masa depan.

Hal itu membuat pekerja memahami gambaran besar operasi atau pekerjaan secara menyeluruh, mengetahui apa saja yang dapat membuat kegagalan operasi, dan mengerti cara atau strategi untuk memulihkan kondisi normal jika terjadi kondisi yang tidak diinginkan.

Keempat, komitmen terhadap ketangguhan (resilience). Kondisi kerja yang bebas kesalahan (error free) bukanlah ciri khas HRO. HRO meyakini bahwa kesalahan pasti akan terjadi, sehingga dibuatlah sistem cadangan yang dapat mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahan jika muncul.

Komitmen terhadap ketangguhan hampir serupa dengan komitmen untuk belajar dari kesalahan -bukan menghindari kesalahan-, karena itu, menerapkan pembelajaran dari umpan balik negatif secara cepat akan mereduksi dampak kesalahan.

Kelima, menghargai para ahli. Ketika operasi pekerjaan berlangsung dengan tempo yang sangat cepat atau dalam kondisi darurat, keputusan akhir ketika ada situasi yang dipertanyakan haruslah berada di tangan para pekerja yang memiliki pengetahuan dan keahlian dalam bidang itu.

Para pekerja ahli tersebut bisa jadi hanya memiliki posisi yang rendah di dalam struktur organisasi, namun, para senior manajer harus mau dan legowo untuk mengandalkan rekomendasi keputusan yang diberikan pekerja-pekerja tersebut.

Peneliti memberikan contoh pola yang konsisten di kapal induk, dimana pelaut yang paling rendah posisinya sekalipun bisa membatalkan pendaratan pesawat jet tanpa melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan perwira yang memiliki kewenangan tinggi. Namun, ketika tempo kerja kembali normal, proses pengambilan keputusan kembali ke hirarki dengan kewenangan yang lebih tinggi.

Semoga dengan memahami dan menerapkan lima prinsip dasar bagaimana organisasi dengan kehandalan tinggi berfungsi, kita mampu juga beroperasi dengan lebih produktif dan terhindari dari bencana kegagalan.



---000---

Referensi:
  • Hopkins, Andrew. Learning from High Reliability Organisations. 2013. Australia
  • Health and Safety Executive. High reliability organisations, a review of the literature. 2011. Inggris.

Penyusun:
Syamsul Arifin
HSSE Pertamina Hulu Indonesia


Artikel ini tayang juga di epaper Energia Pertamina, edisi 20 Mei 2019 (bagian 1) dan 10 Juni 2019 (bagian 2):

https://epaper.pertamina.com/energia/20-mei-2019/flipbook/12/

https://epaper.pertamina.com/energia/10-juni-2019/flipbook/12/

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar