29 Januari 2020

Pekerja tidak sebodoh itu, dan bos tidak juga sepintar itu

Setiap orang tahu sesuatu. Bahkan bisa jadi pekerja lini tahu lebih banyak dari pekerja yang mengatur kerjaan mereka (pekerja kantor semisal planner atau bahkan manager mereka).

Yang berbahaya adalah ketika orang-orang yang di kantor merasa lebih tahu, paham, ahli dari pekerja yang setiap hari bergulat dengan pekerjaan tersebut.

Pekerjaan ketika dilakukan (work as done) itu berbeda dengan pekerjaan dalam bayangan/benak pekerja kantor/manajemen (work as imagined), bahkan berbeda juga dengan pekerjaan dalam prosedur tertulisnya (work as written).

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan bagi para atasan agar pekerjaan berjalan sukses (selamat, mencapai target, dst).

1. Kurangi bicara, perbanyak mendengar

Secara umum, pekerja tahu apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan pekerjaan yang sukses. Dengarkan kesulitan mereka dalam bekerja, dengarkan solusi yang mereka sampaikan, dan berhentilah bertindak seakan-akan anda tahu semuanya.

Terkadang, solusi terbaik datang dari pekerja pelaksana -di lapangan-

Mengetahui tiap detail kecil pelaksanaan kerja, mampu mengantisipasi perubahan dalam proses pekerjaan, dan sigap menghadapi kondisi tidak normal adalah ciri pekerja lapangan.

Tanyakan kendala yang ada. Kemudian diam. Lanjutkan pertanyaannya, apa solusinya.

Sering, solusi cerdas dan PRAKTIS muncul dari lapangan. Mereka punya jawabannya, hanya saja tidak punya kewenangan untuk mengeksekusinya, ini tugas anda -sebagai atasan- untuk menggali dan memutuskan dengan tegas.

2. Tidak ada pekerja yang mau celaka. Ini benar dan serius.

Atasan selalu berpikir dan bertindak seakan-akan pekerja sengaja membahayakan nyawa mereka, bermain dengan bahaya, dan secara sadar memilih untuk cedera; karena mereka bodoh.

Hal tersebut selain salah juga sangat tidak manusiawi.

Tidak ada pekerja yang datang ke tempat kerja di pagi hari kemudian berpikir dalam benaknya "alangkah serunya kalau hari ini saya mendapatkan cedera jari!".

Pemikiran seperti itu tentu konyol dan tidak masuk akal.

Setiap pekerja mau mencapai target perusahaan, terkadang, karena keterbatasan yang ada, ada adaptasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan. 

Dan hal seperti ini lumrah, seperti halnya anda tidak mau dicap tidak mampu bekerja karena tidak mencapai sasaran bisnis. 

3. Pahami, pencegahan kecelakaan yang paling efektif -selain eliminasi dan subtitusi- adalah rekayasa teknik atau engineering control. 

Tugas anda adalah memastikan pekerjaan fit/sesuai dengan manusia/pekerja, bukan sebaliknya. 

Ini prinsip dasar ergonomi. 

Dan itu dimulai dari awal. Perencanaan proses kerja, desain fasilitas atau plant, dan seterusnya. 

Hanya berusaha memperbaiki perilaku pekerja tanpa menyediakan lingkungan kerja yang selamat, sama saja dengan mengirim tentara ke medan perang, tanpa senjata. Sudah pasti fatal akibatnya. 

4. Berhenti menyalahkan orang lain, dan mulailah mempertanyakan kemampuan managerial-mu.

Menyalahkan itu mudah, padahal akuntabilitasnya ada pada anda, atasan. 

Lain kali, ketika bawahanmu berbuat salah, alih-alih mempertanyakan kompetensi mereka, bercerminlah, dan tanyakan, di bagian mana saya perlu meningkatkan kapasitas managerial/pengelolaan operasi dan sumber daya.

Dan anda pantas dibayar mahal, bukan karena anda lebih pintar, tapi karena anda mampu mengelola sumber daya yang ada (termasuk pekerja) untuk menghasilkan tujuan perusahaan dengan sukses (tanpa cedera). 


---000---

Jakarta, 19 Januari 2020
Syamsul Arifin, SKM. MKKK.
Praktisi K3LH, anggota Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI).

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar