15 Desember 2020

Perencana VS Pelaksana Pekerjaan (Work-As-Imagined VS Work-As-Done)


Beberapa dari kita mungkin sudah pernah melihat gambar di atas. Intinya, menunjukkan desain pejalan kaki yang tampak indah/rapi/terstruktur, tapi tidak aplikatif/efisien bagi pejalan kaki.

Gambar yang biasa dipakai untuk meme antara UX (user experience) vs designer, antara pengguna dengan orang yang merancang desain.

Di tempat kerja, dalam konteks K3, hal yang serupa bisa terjadi juga.

Mainstream K3 masih didominasi penganut paham Taylorism (aliran scientific management, dikembangkan oleh Frederick W Taylor tahun 1880-an), yang menganggap bahwa pekerja perlu diberikan panduan agar dapat bekerja dengan efisien dan selamat.

Dengan perkembangan sistem kerja-kompleksitas-kerumitan interaksi pekerjaan, tidak jarang panduan bekerja justru malah membahayakan pekerja.

Contoh tragis hal itu bisa dilihat pada ledakan platform Piper Alpha di North Sea, 1988. Prof James Reason menyebut fenomena tersebut sebagai mistaken compliance (mispliance).

Prosedur darurat mengharuskan pekerja berkumpul/mustering di galley/restoran akomodasi area. Sayangnya, tempat itu justru menjadi jalur proyeksi/line of fire bola api ledakan anjungan lepas pantai tersebut. Hampir sebagian besar besar yang mematuhi prosedur itu, meninggal dunia.

Untuk dapat memahami pekerjaan dengan lebih baik, kita perlu menyadari ada beberapa perspektif dalam melihat pekerjaan. 

Diantara sudut pandang tersebut yaitu Work-As-Imagined dan Work-As-Done. 

Membuat prosedur kerja yang selamat tidak mudah, ada banyak jebakan error, terutama jika perencana kerja tidak pernah melakukan pekerjaan itu sendiri.

Dengan hanya membayangkan proses pekerjaan (Work-As-Imagined), terjadi simplifikasi/penyederhaan, dengan asumsi dasar yang dipakai sering keliru. 

Padahal pekerjaan ketika dilakukan (Work-As-Done), ada banyak sekali variasi dan penyesuaian yang harus dilakukan. Pasti ada tukar guling (tradeoff) antara efisiensi dan ketelitian dalam mencapai tujuan, sebab sumber daya yang tersedia tidak pernah tidak terbatas.

Masih ada sudut pandang lainnya, yaitu Work-as-Described dan Work-as-Disclosed. Bisa dilihat lebih detail keynote speech Steven Shorrock yang menarik tentang hal ini. 

Memahami keruwetan pekerjaan dan aspek manusiawi (human factors) dapat membantu pekerjaan menjadi lebih selamat. Masalahnya adalah, apakah kita siap untuk lebih banyak mendengarkan (praktik kerja sesungguhnya) dan lebih sedikit mengarahkan (kepatuhan pada prosedur yang bisa jadi keliru atau tidak memadai)?


---000---


Depok, 9 Desember 2020

Syamsul Arifin, SKM. MKKK. Grad IOSH. 


Referensi:

- James Reason. 2017. The Human Contribution: Unsafe Acts, Accidents and Heroic Recoveries. CRC Press.

- Steven Shorrock. Keynote Speech: Safeguard National Health and Safety Conference. How to facilitate better safety conversations in your organisation.

- Steven Shorrock. 2017. The Varieties Of Human Work. Website Safety Differently.

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar