Herbert William Heinrich (lahir 1886) adalah seorang asisten superintendent perusahaan asuransi perjalanan di divisi engineering dan inspeksi. Bukunya yang berjudul “Industrial Accident Prevention, A Scientific Approach” terbit di 1931, membuatnya terkenal sebagai pionir di bidang pencegahan kecelakaan.
Belakangan ini, para praktisi dan ilmuwan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengkritik teori Henrich, salah satunya yaitu Fred A Manuele yang menerbitkan buku “Heinrich Revisited: Truisms or Myths" di 2002.
Sumber Data Heinrich
Salah satu kritik yang paling mendasar kepada Heinrich adalah bukti penelitiannya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menemukan data penelitian Heinrich tidak membuahkan hasil. Dan Petersen dan Nestor Roos, penulis “Industrial Accident Prevention” revisi kelima mengatakan bahwa mereka hanya mengandalkan buku-buku Heinrich sebelumnya sebagai referensi, dan satu-satunya data yang bisa ditinjau-ulang ada di buku tersebut.
Mengenai metode pengumpulan data, kerangka analisa, dan kualitas data-data dokumentasi survei yang mungkin dipergunakan Heinrich tidak pernah dapat ditemukan sehingga tidak dapat dikaji ulang.
Teori Kausalitas Heinrich: Rasio 88-10-2
Menurut Heinrich, penyebab langsung dan tidak langsung kecelakaan kerja adalah 88% perilaku tidak selamat, 10% kondisi tidak selamat, dan 2% tidak diketahui sebabnya. Studi Heinrich yang menghasilkan rasio 88-10-2 ini dibuat di akhir 1920-an. Dia mengelompokkan kecelakaan berdasarkan penyebab tunggal yang sangat sempit (hanya ada dua penyebab).
Hal itu sudah tidak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu mengenai investigasi kecelakaan, bahwa faktor penyebab kecelakaan itu bersifat rumit, dipengaruhi oleh banyak faktor penyebab. Bahkan ada faktor penyebab lain yang bisa jadi lebih berperan dibandingkan faktor penyebab langsungnya.
Sebagai contoh, Lembaga Investigasi
Kecelakaan di Columbia (NASA, 2003) menekankan perlunya mempertimbangkan
kompleksitas penyebab sebuah kecelakaan:
“Ada banyak investigasi kecelakaan yang tidak menyeluruh. Mereka mengidentifikasi penyebab teknisnya, lalu menghubungkannya dengan variabel ‘kesalahan operator’. Ketika penentuan akar penyebab kecelakaan hanya terbatas pada kesalahan teknis dan kelalaian individu, langkah tindak lanjut yang umum dilakukan untuk mencegah kecelakaan serupa terjadi lagi di masa mendatang juga bersifat terbatas: perbaikan masalah teknis dan penggantian atau pelatihan ulang kepada individu yang bertanggung-jawab. Menerapkan tindakan perbaikan ini bisa mengarah pada kesalahan lain: yakin bahwa masalah telah terselesaikan. Bahkan sering, investigasi kecelakaan menyalahkan kegagalan sebagai langkah terakhir dalam proses yang kompleks, ketika dibutuhkan pemahaman yang lebih komprehensif untuk bisa melihat penyebab yang lebih tepat.”
Contoh lain penyebab kecelakaan yang
kompleks bisa dilihat dari laporan yang dipersiapkan oleh British Petroleum
menyusul ledakan Deepwater Horizon pada 20 April 2010 di teluk Meksiko (BP, 2010):
“Tim tidak menemukan penyebab tunggal yang mengakibatkan kecelakaan ini. Namun ada rangkaian kompleks yang saling terkait antara kegagalan mekanis, pengambilan keputusan, desain engineering, penerapan di lapangan dan keterkaitan antar tim yang menyebabkan permulaan dan eskalasi kecelakaan ini.”
Rasio 88-10-2 telah memberikan efek yang signifikan pada penerapan praktik kerja selamat dan bisa menjadi sumber penyebab kesalahan yang utama, karena dengan anggapan bahwa penyebab utama kecelakaan adalah manusia, maka usaha pencegahan lebih ditekankan kepada pekerja dibandingkan kepada sistem operasi yang padanya pekerjaan dilakukan.
Buku “Guidelines for Preventing Human Error in Process Safety” yang diterbikan Center for Chemical Process Safety (CCPS) menjelaskan bahwa banyak yang mengetahui kalau kesalahan manusia dalam tingkat operasional merupakan kontributor utama kegagalan sistem, namun tidak banyak yang mengetahui bahwa bagaimanapun juga, kesalahan itu secara umum terjadi akibat kegagalan di tingkat manajemen, desain, atau ahli teknis di dalam perusahaan.
Maka dari itu, sangatlah wajar jika para
praktisi keselamatan harus lebih fokus pada perbaikan sistem untuk memperoleh
tingkat risiko yang dapat diterima, dibandingkan mempengaruhi perilaku pekerja.
Gambar 1. Model segitiga atau piramida Heinrich |
Segitiga Kecelakaan: Rasio 300-29-1
Rasio 300-29-1 Heinrich digambarkan dalam
bentuk segitiga atau piramida. Di buku edisi pertamanya, Heinrich menulis:
“Analysis proves that for every mishap resulting in an injury there are many other accidents in industry which cause no injuries whatever. From data now available concerning the frequency of potential-injury accidents, it is estimated that in a unit group of 330 accidents, 300 result in no injuries, 29 in minor injuries, and 1 in a major or lost-time case.”
Di buku edisi kedua, ditambahkan
kata “mirip”:
“Analysis proves that for every mishap, there are many other similar accidents in industry...”
Di buku edisi ketiga dan keempat,
perubahan yang lebih menonjol dengan menambahkan kalimat baru:
“Analysis proves that for every mishap resulting in an injury there are many other similar accidents that cause no injuries whatever. From data now available concerning the frequency of potential-injury accidents, it is estimated that in a unit group of 330 accidents of the same kind and involving the same person, 300 result in no injuries, 29 in minor injuries and 1 in a major or lost-time injury.”
Untuk data tambahan, Heinrich mengatakan
di edisi pertama, kedua dan ketiga mengatakan:
“The determination of this no-injury accident frequency followed a most interesting and absorbing study. The difficulties can be readily imagined. There were few existing data on minor injuries—to say nothing of no-injury accidents.”
Di edisi keempat, yang diterbitkan 28 tahun
setelah edisi pertama, sumber data dibuat lebih spesifik dengan menyebutkan:
“The determination of this no-injury accident frequency followed a study of over 5,000 cases. The difficulties can be readily imagined. There were few existing data on minor injuries—to say nothing of no-injury accidents.”
Jika data awalnya benar, mengapa perubahan-perubahan di setiap edisi ini tidak dijelaskan? Kemudian, mencari data 5,000 kecelakaan setipe pada orang yang sama di 1926 ataupun di tahun ini, dengan keterbatasan informasi yang ada, sangatlah mustahil.
Rasio 300-29-1 ini juga telah diadopsi sedemikian luasnya oleh para praktisi keselamatan, bahkan terjadi kesalahan pengertian istilah major injury (kecelakaan serius), minor injury (kecelakaan ringan) dan no-injury accident (kejadian tanpa cedera) yang dipergunakan.
Heinrich mempergunakan data pelaporan klaim asuransi. Dalam konteks 330 kasus kejadian yang dikajinya, pengertian kecelakaan serius adalah setiap kasus yang dilaporkan ke pihak asuransi atau ke komisaris kompensasi negara bagian. Kecelakaan ringan adalah tergores, memar, atau luka yang umum dikategorikan kasus pertolongan pertama (first-aid case). Sedang kejadian tanpa cedera adalah kejadian yang tidak direncanakan yang melibatkan orang atau benda, terkena benda (semisal terpleset, jatuh, terkena benda melayang, terhirup) yang mungkin mencederai orang atau membuat kerusakan peralatan.
Jadi, definisi di atas mengelompokkan semua kejadian yang lebih dari kasus pertolongan pertama, sebagai kecelakaan serius. Jika merujuk pada definisi kecelakaan yang dicatat (recordable injury) di OSHA, pengelompokkan ini jelas berbeda.
Jika kita menerapkan teori ini, maka akan terjadi ketidakefektifan dan kesalahan fokus penanganan, terutama yang menyangkut pencegahan kecelakaan serius. Banyak kecelakaan serius merupakan kejadian luar biasa yang unik dengan faktor penyebab yang beragam dan kompleks, dan kesamaan kejadian serius yang serupa merupakan hal yang jarang terjadi dalam catatan sejarah. Lebih lanjut lagi, semua bahaya tidak memiliki potensi risiko yang sama. Beberapa potensi bahaya lebih signifikan dibandingkan yang lainnya. Hal ini memerlukan penetapan prioritas penanganan.
Penutup
Meskipun banyak kritik yang dialamatkan pada teori Heinrich, namun pujian juga harus diberikan kepadanya, karena mengawali kajian keselamatan kerja yang berfokus pada faktor manusia sebagai salah satu elemen. Namun demikian, tempat kerja dan ilmu pengetahuan telah berkembang pesat sejak tahun 1930. Dan metodologi penelitian menuntut kajian ilmiah yang lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Jika suatu program keselamatan dilandasi oleh teori yang keliru, pengusaha berpotensi kehilangan uang, waktu dan fokus perhatian untuk usaha pencegahan kecelakaan yang tidak dapat diharapkan hasilnya.
Lalu, sebagai
praktisi K3 yang profesional, setelah membaca artikel ini, apakah anda mau (dan
berani) untuk move-on dari
menggunakan teori Heinrich sebagai landasan perencanaan dan penentuan rencana
kerja? Dan seberapa banyak perkembangan teori, konsep, atau model keselamatan
kerja pasca Heinrich yang sudah dipelajari/dipahami guna meningkatkan kinerja
K3 organisasi anda?
---000---
Penyusun:
Syamsul
Arifin, SKM. MKKK. Grad IOSH.
Praktisi
K3LH.
Referensi
Manuele, Fred A. 2011. Reviewing Heinrich: Dislodging Two Myths from the Practice of Safety.
Jurnal ASSE edisi October 2011.
Johnson, Ashley. 2011. Examining the foundation: Were Herbert William Heinrich’s theories
valid, and do they still matter? Website majalah Safety+Health
Quilley, Alan. 2017. Heinrich - Industrial Accident Prevention. Website Safety Risk
Dekker, Sidney. 2019. Foundations of Safety Science - A Century of Understanding Accidents
and Disasters. CRC Press
Busch, Carsten. 2018. Heinrich’s Local Rationality: Shouldn’t ‘New View’ Thinkers Ask Why
Things Made Sense To Him? Tesis Universitas Lund
Marsden, Eric. 2017. Heinrich’s domino model of accident causation. Website Risk Engineering.
Artikel ini dimuat juga di majalah Katiga edisi Des 2023-Jan 2024 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar