18 Februari 2019

Pohon Keselamatan Kerja

Dalam memahami Keselamatan Kesehatan Kerja (K3), penulis melihat ada satu ilustrasi yang dapat merepresentatifkan bagaimana seharusnya pengelolaan K3 perlu dilakukan.

Menurut opini penulis, guna meraih kinerja optimum, ada beberapa elemen yang perlu hadir dalam pengelolaan K3 industri:
  1. Komitmen manajemen
  2. Praktik rekayasa teknik yang baik (good engineering practices), penerapan standar/code industri
  3. Proses administratif: identifikasi bahaya, analisis risiko, prosedur standar operasional, pelatihan
  4. Partisipasi pekerja, saling mengamati-mengingatkan (behavior base safety), kehandalan pekerja (resilient).
Ilustrasi sebuah pohon dapat dengan mudah menggambarkan hal tersebut.


Akarnya adalah komitmen manajemen, yang menyuplai organisasi dengan unsur hara/nutrien yang diperlukan. Pokok pohonnya adalah penerapan praktik-praktik rekayasa teknik yang dilakukan dalam organisasi. Tegaknya pohon ditentukan oleh kekuatan pokoknya.

Cabang-cabang pohon adalah semua proses administratif yang ada (manual, prosedur, identifikasi bahaya, pelatihan, dan seterusnya). Dan rimbun daunnya adalah keterlibatan para pekerja. Ini mutlak diperlukan karena di sinilah terletak proses fotosintesa/memasak perpaduan antara unsur hara dari tanah dengan sinar matahari.

Dengan begitu, kita akan dapat melihat proses K3 yang komprehensif. Dibutuhkan semua bagian-bagian itu agar dapat dikatakan sebuah pohon. Dan kehilangan salah satu bagiannya, maka pohon lambat laun akan mati.

Bentuk komitmen manajemen dapat terlihat dari dukungan finansial dan waktu yang diberikan dalam pelaksanaan program kerja K3. Budgeting yang proporsional, aktif terlibat dalam mengkampanyekan dan menjalankan kegiatan terkait keselamatan kesehatan kerja.

Penerapan rekayasa teknik adalah langkah awal pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kita tidak perlu mengembangkan lagi standar/code praktis industri, sudah ada banyak standar yang dapat diadopsi ketika membuat atau mengembangkan desain instalasi pabrik, proses produksi, fasilitas workshop, perkantoran, dan lain sebagainya. Standardisasi tersebut bisa dilihat dari API (American Petroleum Institute), NFPA (National Fire Protection Association), ASTM (American Standard Testing and Material), ISO (International Organization for Standardization), SNI (Standar Nasional Indonesia), dll.

Fungsi administratif memperkuat kehandalan operasi, yang diwujudkan melalui disiplin dalam penggunaan dokumentasi, mengembangkan analisa risiko, mematuhi prosedur kerja, berkomunikasi melalui izin kerja, mengembangkan kompetensi melalui pelatihan-pelatihan.

Dan terakhir, partisipasi pekerja yang mutlak diperlukan. Ujung tombak pelaksana pekerjaan adalah pekerja, merekalah yang akhirnya menganalisa, memutuskan, mengeksekusi, dan juga memberhentikan pekerjaan jika dirasa tidak selamat. Mereka tahu apa yang telah terjadi, apa yang harus dilakukan, apa yang perlu diamati, dan tahu apa saja kemungkinan yang akan terjadi. Karenanyalah, umpan balik mereka wajib diminta.


Sudah jamak diketahui bahwa K3  telah berkembang seiring perjalanan waktu. Diawali dengan perbaikan di sisi teknik dengan membuat mesin atau alat kerja yang lebih baik, proses produksi yang lebih dapat diandalkan, dan area kerja lebih terstandardisasi telah menekan banyak kejadian kecelakaan di tempat kerja.

Pembuatan pembatas, penutup, isolasi, hingga pembuatan alat sensor dan aksi otomatis mekanik untuk menyesuaikan dengan respon kondisi aktual pekerjaan adalah contoh-contoh perbaikan di sisi teknik/engineering.

Fase selanjutnya diteruskan dengan perbaikan dari sisi sistem manajemen K3. Pembuatan kebijakan, prosedur kerja, instruksi kerja, pelatihan, dokumentasi, izin kerja adalah contoh perbaikan dari sisi ini.

Demikian juga dengan adanya standardisasi sistem manajemen semisal ISO 45001, ISO 14001, dan ISO 9001 untuk menjamin pelaksanaan yang berkualitas, lebih selamat, efisien, komprehensif, dan akhirnya juga lebih menguntungkan perusahaan karena penerimaan produk yang lebih luas.

Fase terakhir adalah perkembangan di bidang kinerja manusia (human performance) atau faktor manusia (human factors). Ketika perbaikan dari sisi teknik dan sistem manajemen dianggap sudah optimal, mulailah perbaikan K3 fokus pada faktor manusia.

Memahami bagaimana pengaruh kondisi kerja terhadap pekerja; menyesuaikan pekerjaan agar sesuai dengan batasan manusia; mempelajari bagaimana beban kerja dan pengaruhnya terhadap fokus, perhatian, keletihan, daya pikir; mencari tahu bagaimana mengidentifikasi kesalahan (error) dan cara memperbaikinya; serta mencari cara yang efektif untuk mengubah perilaku tidak selamat dan mempertahankan perilaku yang baik atau selamat.

Di tahap akhir ini, pekerja difokuskan bukan karena dianggap sebagai salah satu sumber bahaya, tapi sebagai salah satu pelindung, karena dengan adanya dia di ujung tombak pekerjaan, ia mampu mempergunakan daya logika, analisa dan memberikan tindakan yang tepat agar memberikan kehandalan operasi kerja (resilience).

Dalam melihat perkembangan itu. Kita harus mengingat bahwa fase yang telah terjadi di awal sejarah perkembangan K3 telah menjadi pondasi perbaikan sebelum mempergunakan program-program perbaikan selanjutnya.

Karena itu, fase-fase perbaikan K3 di perusahaan haruslah komprehensif. Disinilah ilustrasi pohon keselamatan dapat dipergunakan untuk mempermudah pemahaman kita.

Agar mendapat kinerja K3 yang optimum, ada 4 faktor yang perlu diperhatikan dan diperkuat: komitmen manajemen, praktik rekayasa teknik yang baik, proses administratif, dan partisipasi pekerja. Itu semua digambarkan secara sederhana dengan ilustrasi/gambaran pohon keselamatan kerja.


---000---


Tulisan ini dimuat juga di Majalah Katiga, edisi Desember 2018 - Januari 2019.

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar