08 Juli 2020

"Berdansa"​ dengan Covid-19

Bagi sebagian besar populasi, bayang-bayang infeksi virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) penyebab penyakit Corona Virus Disease (COVID-19) sangatlah mengerikan.

Tapi, tuntutan untuk terus beraktifitas/berproduksi agar bisa menghasilkan keuntungan/upah menimbulkan konflik kepentingan (goal conflict) yang membingungkan.

Untuk dapat menyeimbangkan antara keduanya (tradeoff), dibutuhkan keahlian tersendiri: adaptasi dan ketangguhan (resilience).

Sukses zaman now dapat didefinisikan dengan tetap selamat/sehat sekaligus tercapainya tujuan ekonomi. 

Ada beberapa poin yang wajib ditanamkan dalam diri setiap individu untuk bisa mencapai kesuksesan di era pandemi.

Pertama, selalu ingatkan diri bahwa anda rentan (vulnerable) terhadap infeksi SARS-CoV-2.

Semua orang, terlebih kelompok berisiko tinggi, tipe pekerjaan tertentu (yang harus/sering kontak dengan orang lain), pengguna transportasi publik, bisa terjangkit virus dari droplet penderita (positif) maupun carrier virus (orang tanpa gejala).

Menyadari bahwa tidak ada yang kebal virus, belum ada vaksin/obatnya akan membuat kita terus waspada dan mau mempraktikkan budaya sehat (menjaga jarak fisik, menggunakan masker, rajin cuci tangan, dst).

Kedua, hanya mempercayai ahli di bidangnya (ahli virus/virologi, epidemiologist, dokter).

Saat ini, dengan kemudahan internet dan koneksi jaringan, informasi bisa dengan cepat menyebar. 

Sayangnya, tidak semua informasi yang anda baca, lihat, atau dengar itu benar.

Penelitian oleh Centre for International Governance Innovation (CIGI) menunjukkan bahwa 86% pengguna internet di dunia menjadi korban penyebaran berita hoaks (CNN Indonesia, 2019).

Untuk bisa bertahan (terhindar) dari COVID-19, seseorang haruslah menjauhkan dirinya dari berita keliru dan menyesatkan. 

Rekomendasi perilaku (melakukan, mengkonsumsi, memakai, dll) yang dipatuhi haruslah berasal dari sumber yang kredibel semisal World Health Organization (WHO), Kementerian Kesehatan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan semisalnya.

Tidak perlu mendengarkan/membaca informasi yang tidak ada/tidak jelas sumbernya. 

Bahkan pendapat Presiden sekalipun tidak perlu kita acuhkan jika bertentangan dengan pandangan ahli di bidang penyakit menular. Contohnya Presiden Donal Trump yang meremehkan virus ini.

Ia pernah mengatakan bahwa Covid-19 tidak lebih parah dari musim flu tahunan, akan hilang ketika musim panas, menginformasikan manfaat obat hidroklorin, sampai mewacanakan suntik disinfektan.

Akibatnya fatal! Amerika memiliki kasus COVID-19 (2,3 juta dari 9 juta kasus global) dan kematian tertinggi di dunia (120 ribu dari 479 ribu kematian global). 

Ketiga, bersabar dan tetap optimis.

Dampak COVID-19 mengguncang banyak aspek: kesehatan, ekonomi, sosial, agama, dst.

Tidak sedikit yang dirumahkan, terpaksa menutup usaha, dll. Berdampak pada fisik dan psikologis. 

Saran terakhir adalah tetap bersabar. Dengan definisi kesabaran yang holistik. Sabar dengan penerimaan lapang dada dibarengi kesabaran untuk terus melanjutkan/gigih berusaha.

Menyalahkan (blaming) orang/pihak lain tidak akan menyelesaikan masalah. Kita harus terus move on atau keep moving forward.

Ingat, Tuhan tidak akan membebani hamba-Nya melebihi batas kemampuannya. 

Adaptasi dengan kondisi, mencermati informasi, sambil mematuhi rekomendasi, dari situlah kita bisa melayari gelombang pandemi.

Insya Allah. Semoga sehat selalu kawan-kawanku. 



---000---

Depok, 5 Juli 2020
Syamsul Arifin, SKM. MKKK.

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar