13 Agustus 2020

Tantangan Bekerja dalam Tim

Bekerja dalam tim belum tentu mulus dan lancar. Ada dinamika yang jika tidak dikelola dengam baik, menghasilkan output kerja yang lebih rendah dibandingkan bekerja sendirian.

Tim sepak bola dengan banyak pemain bintang belum tentu memenangkan kompetisi/liga.

Salah satu kendala bekerja dalam tim yaitu sulitnya anggota tim yang junior untuk menyuarakan opini/isu/pendapat yang berbeda dengan tim, demi menjaga 'kekompakan tim' (team cohesiveness).

Bisa juga karena adanya anggota tim/ketua yang berkarakter dominan atau yang lebih senior (pilot and co-pilot effect).

Atau terlalu mempercayai pekerja yang mempunyai kelebihan dalam beberapa aspek, misalnya lebih lama pengalaman kerjanya, lebih tinggi pendidikannya, lebih tinggi posisi/jabatan, dll.

Sehingga ada kecenderungan untuk lebih baik 'ngikutin aja deh', dari pada berbeda pendapat; kehilangan sikap kritis (tidak melakukan verifikasi ulang pekerjaan senior); sungkan memberikan opini berbeda, karena khawatir menerima konsekuensi yang buruk.

Di-cap sebagai perusuh, tidak kolaboratif, atau sok tahu, bahkan dimusuhi/dikucilkan, merupakan konsekuensi yang coba dihindari.

Katanya, "tetap diam/tidak menyuarakan pendapat (meskipun benar), lebih baik ketimbang menyuarakan pendapat dan menerima respon yang tidak disukai atasan/rekan se-tim", itu alasan yang sering dipakai.

Manusiawi sih. Bagi sebagian orang, lebih baik menghindari konfrontasi (yang sudah pasti) dari pada mencoba mencari manfaat (yang belum pasti).

Padahal, manfaat yang didapat jika anggota tim berani menyuarakan isu/pendapat berbeda bisa membuat pengambilan keputusan (decision making) memiliki pondasi informasi yang kuat/memadai (well informed). 

Pada gilirannya, tim bisa menghasilkan kinerja lebih baik, dan organisasi memiliki keunggulan kompetitif atas sumber daya manusia/tim yang dimiliki.

Setiap orang punya pengalaman kerja/hidup yang berbeda, pendidikan yang bervariasi.

Kekuatan tim terletak pada keanekaragamannya (diversity), buka pada keseragamannya (homogeneity). 

Dari situ baru bisa muncul keunggulan kolaborasi: saling memperkuat/memperkaya/berbagi insight/sudut pandang/wawasan.

Lantas, bagaimana cara kita membangun iklim yang kondusif bagi setiap anggota tim agar berani menyampaikan pendapat/opini/kritik (konstruktif)-nya?

Mari kita bahas bersama.



---000---

Depok, 11 Agustus 2020.

Syamsul Arifin, SKM. MKKK.

Praktisi K3LH.

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar