26 Desember 2020

Error Resistant dan Error Tolerant dalam Decision Making/Pengambilan Keputusan (Studi Kasus Perceraian)


Manusia memiliki rasionalitas dan kendali diri yang terbatas.

Sering kita membuat kesalahan dalam pengambilan keputusan dan belajar (banyak) dari konsekuensinya.

Beberapa kesalahan tidak menimbulkan konsekuensi berarti. Seperti salah ambil pintu keluar di jalur tol (jadi belajar jalur jalan baru).

Beberapa lainnya, menghabiskan biaya yang tidak sedikit untuk memperbaikinya. Coba ingat kapan terakhir kali anda menyenggol/membuat lecet kendaraan?

Maka dari itu, penting sekali bagi para desainer proses kerja untuk menerima fakta ini (semua manusia bisa berbuat salah). 

Dan mulai memikirkan bagaimana caranya agar sistem lebih resisten dan toleran terhadap kesalahan.

Untuk mencegah kesalahan/error pengambilan keputusan, dalam Islam, syara membuat beberapa panduan untuk menghambat/resist dan menoleransi ucapan cerai (tidak serta merta diterima, karena bisa jadi ucapan itu salah).

Konsep tolerate error/menolerir kesalahan ketika kita mengambil keputusan -yang bisa jadi salah, hal itu tidak otomatis langsung dilaksanakan/eksekusi. 

Misalnya ketika kita menekan tombol X di kanan atas aplikasi microsoft office (exit), jika belum di-save, maka akan muncul peringatan, untuk men-save dulu. Juga pada mesin ATM, uang tidak muncul sebelum anda mengambil kartu (untuk mencegah lupa meninggalkan kartu di mesin).

Sedang error resistant/menahan kesalahan, ketika ada kesalahan dapat diredam oleh desain sistem.

Misalnya ketika menyalakan motor matic, perlu ditekan rem tangan dulu agar bisa aktif, supaya motor tidak langsung loncat kalau tanpa sengaja/unintentional tangan menarik handle gas. Atau lampu sen mobil yang otomatis mati ketika kita sudah berbelok, agar lampu sein tidak terus menyala (kalau khilaf/lapse dimatikan -seperti biasa yang terjadi pada pengendara motor).

Contoh sederhana dari perspektif yang berbeda, misalnya pada fiqih/hukum pernikahan (Islam), khususnya tentang proses talak/perceraian. 

Error resistant terjadi misalnya dengan adanya prinsip tidak diterima/sahnya ucapan talak dalam kondisi marah atau mabuk. Karena biasanya orang seperti itu bisa kehilangan kesadaran, jadi mengambil keputusan yang tidak bijak.

Atau tidak sahnya menceraikan istri yang sedang haid -menurut pendapat kuat ulama. Talak sunnah (sesuai perkataan/hadits Nabi), yaitu hanya dilakukan ketika istri dalam keadaan suci (tidak haid) dan belum digauli.

Sedang error tolerate misalnya adalah adanya masa iddah (masa tunggu) ketika perkataan cerai sah. Dalam masa iddah (3x suci dari haid), pasangan dapat rujuk tanpa perlu menikah kembali atau mahar baru. Ada beberapa larangan di masa iddah, diantaranya istri belum boleh menikah dan harus tetap ada di rumah dengan suaminya.

Adanya masa iddah, memberikan pasangan waktu bagi keduanya untuk merenung dan memberikan kesempatan kembali memperbaikan rumah tangga jika ada kebaikan di dalamnya.

Itu sedikit mengenai error tolerate dan error resistance dalam konteks perceraian. Sekarang, apa saja contoh toleransi dan resistensi human error yang bisa kita temukan di tempat kerja? Silakan sharingnya.


---000---


Balikpapan, 23 Desember 2020

Syamsul Arifin, SKM. MKKK. Grad IOSH.


Referensi:

- Richard H. Thaler & Cass R. Sunstein. 2008. Nudge: Memperbaiki Keputusan tentang Kesehatan, Kekayaan, dan Kebahagiaan. Jakarta.

- Sidney Dekker. 2019. Foundations of Safety Science. Routledge 

- Website: konsultasisyariah.com

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar