29 September 2023

Kesombongan, Bisakah Menimpa Praktisi Keselamatan Juga?

Kesombongan adalah dosa yang telah membuat iblis terusir dari surga, karena ia merasa lebih baik dari Adam a.s.

(Iblis) berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (Allah) berfirman, “Kalau begitu keluarlah kamu dari surga! Sesungguhnya kamu adalah makhluk yang terkutuk. (Quran surah Ṣād: 76-77)

Nabi terakhir, Muhammad s.a.w. juga pernah mengingatkan bahaya kesombongan, 

"Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim)

Dalam kehidupan sehari-hari, saya mencatat beberapa tanda-tanda yang bisa mencerminkan kesombongan, beberapa diantaranya yakni:

1. Senang memotong pembicaraan.

Dilakukan karena tidak mau mendengar pendapat orang lain, memandang rendah opininya, atau menganggap diri lebih superior (lebih tahu, cerdas, berpengalaman, kaya, tinggi kedudukan, dst) sehingga sebelum orang lain menyampaikan pesan dengan lengkap, tidak sabar untuk dipotong cepat-cepat.

2. Tidak menghargai undangan orang lain.

Sungkan menghadiri undangan orang-orang yang dipandang lebih rendah posisinya atau sengaja menghadiri acara dengan terlambat tanpa alasan yang jelas.

3. Tidak mau mengucapkan terima kasih atau maaf ke orang yang dipandang inferior.

Menganggap orang lain yang harusnya bersyukur dengan keberadaan atau amalnya. Tidak bisa menghargai peran atau hasil karya orang lain. Tidak berani mengakui kesalahan diri. Meski melakukan kesalahan, namun segan meminta maaf kepada orang yang dianggap lebih kecil.

Dalam konteks profesional, praktisi K3 juga rentan mengalami kesombongan. Indikasinya, menurut saya:

1. Merasa lebih pintar/tahu/ahli dari pekerja lapangan.

Ketika menyusun prosedur atau program, tidak mau melibatkan pekerja lapangan, dalam benaknya berkata, "biar mereka terima saja hasil pemikiran ahli/canggih produk saya sudah cukup untuk membuat mereka selamat".

Ketika terjadi kejadian/kecelakaan, sudah merasa tahu apa yang terjadi pada hari itu, tanpa usaha lebih menggali cerita sederhana di balik laporan awal. Dan dapat langsung dengan mudah menemukan siapa yang salah (menyalahkan pekerja).

2. Merasa lebih berkuasa/powerful dibandingkan pihak lain.

Sesukanya membuat dan memaksakan kebijakan/peraturan/larangan ke tim lain/organisasi tanpa melakukan konsultasi dengan para pemangku kepentingan.

Senang memberikan atau merekomendasikan hukuman tanpa mau menganalisis lokal rasionalitas orang yang terlibat (mengapa tindakannya nampak masuk akal bagi mereka ketika itu dengan mempertimbangkan pelatihan, pengalaman, atau konflik prioritas yang mereka miliki/hadapi).

3. Lebih banyak bicara ketimbang mendengarkan masukan pekerja. 

Menganggap pekerja hanya sebagai masalah yang harus dikontrol-diawasi-dipelototi, sehingga tidak mau mendengarkan, menerima masukan-usulan-solusi-umpan balik pekerja lapangan yang sudah bertahun-tahun melakukan pekerjaan tersebut.

4. Tidak berani berkata tidak tahu.

K3 disokong oleh rentang disiplin ilmu yang luas, mulai dari teknik eksakta sampai sosial-hukum dsb. Tidak mungkin kita mengetahui semuanya. Jika tidak tahu/tidak yakin dengan topik pembahasan, selalu berusaha menjawab. Takut terlihat tidak kompeten, padahal memang tidak paham. Yang akhirnya membuat diskusi makin tidak jelas dan tidak mendapatkan solusi yang efektif.

Bagaimana menurut anda? Apa lagi kira-kira tanda-tanda kesombongan yang bisa kita jadikan pelajaran atau hindari?

Silakan sharingnya.


---000---


Bandung, 30 Agustus 2023

Syamsul Arifin, SKM. MKKK. Grad IOSH.

Praktisi K3LH.

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar