04 Maret 2018

APD, Jangan Sekedar Ada

Ketika pengendalian teknis/rekayasa teknik, praktek kerja selamat, dan pengendalian administratif tidak dapat diterapkan atau tidak memadai untuk melindungi pekerja, pengusaha harus menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) dan memastikan pekerja memakainya.

Pasal 14 Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja mewajibkan pengusaha menyediakan APD secara cuma-cuma kepada pekerja dan tamu yang memasuki area kerja.

APD adalah pertahanan terakhir yang bertujuan untuk mengurangi tingkat keparahan jika pekerja terpajan berbagai macam bahaya di tempat kerja. Sehingga perlu diingat bahwa urutan langkah-langkah pengendalian bahaya seperti eliminasi, substitusi, rekayasa teknik, pengendalian administratif, harus sudah dicoba terlebih dahulu.

Contoh APD adalah sarung tangan, pelindung kaki, mata, pendengaran (earplug, earmuff), helm, pelindung pernafasan (respirator), dan baju pelindung.

Secara umum, pengusaha bertanggung jawab untuk melakukan penilaian bahaya di tempat kerja guna mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya; mengidentifikasi dan menyediakan APD yang sesuai; melatih pekerja mengenai cara memakai dan merawat APD; menjaga ketersediaan APD, termasuk mengganti APD yang rusak; dan secara berkala meninjau, memperbaharui, dan menilai keefektifitasan program APD yang ada.

Sedang dari sisi pekerja, pekerja diwajibkan untuk memakai APD dengan benar; menghadiri pelatihan mengenai APD; merawat, membersihkan dan menjaga APD yang sudah diberikan; serta memberitahu pengawas jika harus memperbaiki atau mengganti APD yang sudah rusak.

Identifikasi bahaya keselamatan dan kesehatan adalah langkah penting pertama dalam memastikan kesuksesan program APD. Contoh bahaya keselamatan semisal benda berputar, suhu tinggi atau rendah, benda yang dapat menjepit, bahaya listrik, dan benda tajam; sedang contoh bahaya kesehatan bisa berupa paparan berlebihan debu, bahan kimia, dan radiasi.

Penilaian bahaya (hazard assessment) bisa dilakukan dengan melakukan survei keliling area kerja guna mencatat potensi bahaya yang ada. Beberapa potensi bahaya bisa berupa bahaya fisik (benda bergerak, benda stasioner di jalur lintasan, berada pada jalur lintasan bahaya/berada dijalur pergerakan mesin; mekanik, benda berputar, benda tajam; api, panas dan dingin; radiasi pengion dan radiasi bukan pengion), bahaya kimia, dan biologi.

Selain mencatat bahaya di area kerja, hal lain yang perlu periksa yaitu proses produksi, prosedur kerja, peralatan dan bahan material yang dipergunakan, produk dan limbah produksi, tata letak tempat kerja, dan faktor individual pekerja. Disamping itu juga, catatan kecelakaan atau penyakit akibat kerja dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat untuk menentukan APD yang sesuai.

Penilaian bahaya pada area kerja harus diulang jika ada perubahan pada kondisi kerja, peralatan, bahan yang dipergunakan, atau prosedur operasi yang dapat menimbulkan bahaya baru.

Penilaian bahaya di tempat kerja harus didokumentasikan dengan mencantumkan area kerja yang dievaluasi, nama evaluator, tanggal evaluasi, dan identifikasi yang menyatakan bahwa penilaian bahaya telah selesai dilakukan.

Langkah selanjutnya yaitu pemilihan APD yang sesuai dengan bahaya yang telah diidentifikasi. Ketika memilih APD, pastikan produk tersebut memiliki tanda kesesuaian dengan standar industri, semisal American National Standards Institute (ANSI), PPE Directive 89/686/EEC untuk negara Uni Eropa, dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Pilihlah juga APD yang pas dan nyaman bagi pekerja untuk meningkatkan penggunaannya di lapangan. Perhatikan ukuran, berat, dan aspek ergonomis suatu APD.

Pekerja juga dapat dilibatkan dalam pemilihan model APD tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan pengujicobaan 2 atau 3 contoh APD di lapangan, agar dapat dievaluasi langsung kesesuaian, kenyamanan, dan penerimaan pekerja.

Pada beberapa tipe pekerjaan, pekerja mungkin terpapar 2 atau lebih bahaya, sehingga memerlukan pemakaian APD secara bersamaan. Pastikan APD yang dipakai sesuai satu sama lain. Contohnya tukang las yang membutuhkan pelindung terhadap uap pengelasan, sinar radiasi pancaran pengelasan, dan serpihan logam yang berterbangan. Untuk ini, pekerja membutuhkan helm pengelas, kaca mata pengelas, dan mungkin respirator yang sesuai seperti air supplied welding hood.

Setelah memilih APD yang tepat, langkah selanjutnya adalah melatih pekerja. Kewajiban untuk memberikan penjelasan mengenai APD ini juga tertuang di pasal 9 UU 1/1970 tentang Keselamatan Kerja.

Ketika pekerja mengikuti pelatihan APD, mereka wajib mengetahui beberapa topik berikut: kapankah APD wajib dikenakan; APD apa yang wajib dipakai; bagaimana cara memakai, melepas, menyesuaikan APD ke badan; keterbatasan APD; dan cara merawat, memperbaiki, masa pakai, serta pembuangan APD.

Pekerja harus mampu menunjukkan bahwa ia mengerti materi pelatihan dan terampil dalam menggunakan APD dengan benar sebelum mereka diperbolehkan melakukan pekerjaan yang mewajibkan penggunaan APD.

Jika ada perubahan di tempat kerja, periksalah kembali APD yang diwajibkan, apakah masih sesuai dengan kondisi kerja yang baru. Jika kondisi kerja berubah dan tipe APD yang diwajibkan pun berubah, pekerja wajib mendapatkan pelatihan ulang karena pelatihan APD sebelumnya dianggap tidak valid.

Memakai APD tidak boleh menimbulkan bahaya yang lebih besar. Misalnya, sarung tangan dapat mencegah cedera pada kulit atau tangan ketika bekerja mempergunakan benda berputar, tapi sarung tangan bisa menciptakan bahaya tersangkut ketika bekerja mempergunakan mesin bor tekan atau mesin bubut. Dalam hal ini, sarung tangan tidak boleh dipakai ketika mempergunakan kedua mesin tersebut.

Sebagaimana program K3 lainnya, efektifitas pelaksanaan program APD juga perlu dimonitor dengan cara memeriksa atau menginspeksi peralatan APD dan mengaudit pelaksanaan prosedur APD. Umumnya audit dilakukan setiap tahun, namun peninjauan yang lebih sering pada area kerja yang memiliki tingkat risiko tinggi, sangatlah disarankan.

Membandingkan antara kinerja K3 sebelum pelaksanaan program juga akan sangat berguna untuk menentukan apakah program APD berjalan dengan sukses atau gagal.

Ketika program APD telah berjalan, banyak orang beranggapan bahwa pekerja telah sepenuhnya terlindungi. Hal itu tidaklah benar. Prinsip perlindungan dasar kecelakaan seperti housekeeping dan rekayasa teknik tidak boleh diabaikan.

APD bukanlah pelindung utama. Penggunaan APD tidak mencegah terjadinya kecelakaan. APD juga tidak menghilangkan bahaya dari tempat kerja. APD hanya mengurangi paparan atau meminimalisir tingkat keparahan cedera. Karena itulah, APD sering disebut sebagai pelindung terakhir.



---000---

Penyusun:
Syamsul Arifin, SKM, MKKK.
Praktisi K3 Balikpapan

Referensi:

·         Occupational Safety and Health Administration (OSHA). Personal Protective Equipment. 2003. Amerika
·         Health and Safety Executive (HSE) UK. Personal protective equipment (PPE) at work. 2013. Inggris
·         European Commission. Guidelines on the application of council directive 89/686/EEC of 21 December 1989 on the approximation of the laws of the member states relating to personal protective equipment. 2017
·         Canadian Centre for Occupational Health & Safety (CCOHS). Designing an Effective PPE Program. 2017. http://www.ccohs.ca/oshanswers/prevention/ppe/designin.html
·         Safe Work Australia. Personal protective equipment. 2017. https://www.safeworkaustralia.gov.au/ppe


 
Majalah Katiga, No.65, Jan 2018

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar