24 Oktober 2017

Praktisi K3 harus Cerdas Berkomunikasi

Praktisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perlu memahami pentingnya komunikasi dan cara berkomunikasi yang jelas di dalam organisasi agar pesan-pesan K3 atau program K3 dapat secara efektif diimplementasikan.

Komunikasi adalah elemen kunci agar penerapan visi, kebijakan dan program K3 bisa berjalan sukses. Komunikasi adalah proses interaktif pertukaran ide dan informasi. Ia ada di dalam inti perusahaan dalam menjalankan fungsi manajemen semisal perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengelolaan, penilaian, dan pengendalian.

Harold Lasswell menjelaskan bahwa komunikasi harus mampu menjawab beberapa pertanyaan berikut: Siapa? Berkata apa? Menggunakan cara apa? Kepada siapa? Memberikan dampak apa?


Dalam proses komunikasi, bisa jadi ada gangguan yang dapat mempengaruhi kemampuan perjalanan pesan dan isi pesan yang hendak disampaikan.

Ada 4 gangguan atau “kebisingan” ketika berkomunikasi:

Pertama fisiologis, gangguan akibat lapar, lelah, sakit kepala, pengobatan, dan faktor lain yang mempengaruhi cara kita merasa dan berpikir.

Kedua  fisik, gangguan yang terjadi di lingkungan, semisal kebisingan oleh hal lain, pencahayaan yang kurang atau terlalu berlebih, iklan spam yang muncul, suhu berlebihan, kondisi yang terlalu ramai, dan seterusnya.

Ketiga psikologis, kondisi mental tertentu yang mempengaruhi cara kita berkomunikasi dan menginterpretasi orang lain. Contohnya, jika otak kita dipenuhi masalah, jika kurang memperhatikan ketika rapat tim. Hal lain semisal prasangka dan perasaan membela diri juga bisa mempengaruhi komunikasi.

Keempat semantik, gangguan ini muncul ketika kata yang dipergunakan tidak dimengerti pihak lain, sering kali karena penggunaan jargon atau bahasa teknis tertentu.

Manajer dan pekerja bisa mempergunakan prinsip 7 C untuk membantu menjadi komunikator yang baik ketika memilih isi pesan dan gaya komunikasi yang sesuai dengan tujuan dan penerima pesan.

C pertama, complete (lengkap). Komunikasi K3 harus dapat menjawab 6 pertanyaan: siapa, apa, kapan, dimana, kenapa, dan bagaimana.

C kedua, concise (ringkas). Pesan yang dikomunikasikan harus jelas, tanpa ditambahi kata yang tidak perlu, pesan yang ambigu, atau detail yang tidak terkait.

C ketiga, clear (jelas). Jangan mempergunakan bahasa teknis atau jargon bisnis, fokuslah pada pesan atau tujuan yang spesifik, dan pergunakan bahasa yang tepat dan sesuai.

C keempat, correct (benar). Semua informasi yang dikomunikasikan harus diperiksa keakurasiannya, termasuk benar penulisan, tata bahasa, dan ejaannya.

C kelima, concrete (konkrit). Didukung oleh fakta dan angka relevan yang membuat pesan jadi semakin meyakinkan dan kuat.

C keenam, considerate (penuh pertimbangan). Komunikasi yang efektif harus memperhatikan target pendengar. Perhatikan sudut pandang, latar belakang, pola pikir, dan tingkat pemahaman sasaran komunikasi.

C ketujuh, courteous (sopan). Komunikasi yang sopan terjadi ketika pengirim pesan jujur, sopan, bijak, dan antusias.


Secara umum, ada 5 tipe komunikasi di dalam organisasi: tertulis, lisan (verbal), visual, non-verbal (bahasa tubuh), dan komunikasi tidak resmi (rumor/gosip).

Selain salinan dalam bentuk cetak (hardy copy), komunikasi tertulis bisa juga dalam bentuk elektronik (soft copy). Contoh-contoh komunikasi tertulis yaitu memo, surat, surat berkala/newsletters, laporan tahunan, prosedur, poster, handouts, email, intranet, dan sosial media.

Komunikasi lisan bisa berupa rapat, presentasi, kuliah, loka karya, percakapan resmi ataupun tidak resmi (tatap muka, telepon, konferensi video/skype/intranet/ekstranet).

Perkembangan teknologi dewasa ini semakin meningkatkan penggunaan foto, ikon, grafik info, atau video dalam berkomunikasi. Sehingga elemen komunikasi visual ini semakin sering dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan K3.

Komunikasi visual bisa dipergunakan untuk mempermudah pekerja memahami pesan/informasi yang rumit dalam bentuk yang sederhana. Contoh format visual bisa berupa grafik, diagram, bagan, gambar, tabel, video, kartun, foto, piktogram, atau infografik,

Tipe komunikasi lain yaitu non-verbal atau bahasa tubuh. Para ahli yakin bahwa 75% dr komunikasi manusia bersifat non-verbal. Komunikasi non-verbal penting untuk diperhatikan karena darinya kita memahami atau gagal memahami orang lain, terutama ketika berkomunikasi yang melibatkan emosi atau sikap.

Beberapa karakteristik kunci bahasa tubuh bisa dilihat dari postur (posisi tubuh), gestur (gerakan, semisal menangguk, membuka telapak tangan), gerakan mata, ekspresi wajah, dan mirroring (ketika bahasa tubuh yang positif diikuti oleh orang-orang, hal ini menandakan adanya hubungan perasaan yang sama/saling berbagi, empati, dan kepercayaan).

Saluran atau kanal informasi lainnya yaitu grapevine (komunikasi tidak resmi, bisa berupa rumor, gosip, asumsi, atau perkiraan). Media komunikasi ini biasanya dipergunakan pada level paling bawah organisasi atau tim kerja yang jauh/terpencil, dimana tipe komunikasi resmi yang lainnya tidak kuat atau bahkan tidak ada.

Beberapa situasi dan pesan tertentu memerlukan media atau kanal komunikasi yang berbeda, pelajari kelebihan dan kekuatan masing-masing tipe komunikasi, agar dapat dipergunakan secara efektif.

Jika pesan yang hendak disampaikan rumit, media informasi yang dipergunakan harus semakin personal dan interaktif, sehingga memungkinkan faktor manusiawi di dalam berkomunikasi seperti intonasi suara, ekspresi wajah, dan kehadiran fisik. Sedangkan jika pesan yang hendak disampaikan akan mudah dipahami dan bersifat rutin, hal tersebut bisa disampaikan melalui media komunikasi yang lebih ‘statis’.

Komunikasi yang paling baik haruslah dimulai dengan merencakan strategi komunikasi. Analisis situasi yang ada terlebih dahulu, kemudian tentukan tujuan komunikasi (apa yang diinginkan terjadi), siapa yang hendak dipengaruhi, dan pesan-pesan apa yang akan disampaikan.

Contoh formulir rencana/strategi komunikasi adalah sebagai berikut:

Tujuan komunikasi secara umum:
Audience
Tujuan
Pesan
Saluran/media
Waktu
















Ada beberapa tipe alur komunikasi, diantaranya: top-down (dari manajemen), bottom-up (masukan dari pekerja), lateral/horizontal (antara rekan kerja), diagonal (ke grup atau departemen yang berbeda), dan eksternal (ke luar perusahaan, misalnya kontraktor/suplier).

Beberapa hambatan atau gangguan dapat muncul ketika berkomunikasi. Hal ini bisa terjadi karena tindakan atau tidak adanya tindakan baik dari penyampai pesan, penerima, ataupun kedua.

Beberapa contoh gangguan komunikasi misalnya kualitas perangkat komunikasi yang buruk (rusaknya telepon, saluran internet/IT; rapat di waktu dan tempat yang tidak nyaman), kurangnya waktu komunikasi, penggunaan jargon atau pesan yang ambigu, penerima pesan yang lebih mempercayai media komunikasi tidak resmi, tidak menyesuaikan pesan dengan karakter penerima, dan tidak meminta umpan balik.

Penting untuk memastikan tidak ada gangguan ketika mengkomunikasikan K3 agar tidak terjadi salah pengertian, meningkatkan efisiensi, dan mencegah cedera atau penyakit akibat kerja.

Dengan memahami tantangan dalam berkomunikasi, praktisi K3 sebagai komunikator diharapkan mampu mengerti prinsip-prinsip komunikasi yang baik, mengevaluasi rencana dan proses komunikasi, serta mampu meningkatkan kinerja komunikasi di internal perusahaan, yang pada gilirannya akan memberikan hasil yang baik, lebih banyak pekerja yang terlibat, dan menunjukkan dampak positif program K3.

  
---000---

Referensi: Institution of Occupational Safety and Health (IOSH). Getting the message? Guidance on communication. Mei 2015. Leicestershire, Inggris.

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar