Praktisi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) perlu memahami pentingnya komunikasi dan cara
berkomunikasi yang jelas di dalam organisasi agar pesan-pesan K3 atau program
K3 dapat secara efektif diimplementasikan.
Komunikasi adalah elemen kunci
agar penerapan visi, kebijakan dan program K3 bisa berjalan sukses. Komunikasi
adalah proses interaktif pertukaran ide dan informasi. Ia ada di dalam inti
perusahaan dalam menjalankan fungsi manajemen semisal perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengelolaan, penilaian, dan pengendalian.
Harold Lasswell menjelaskan
bahwa komunikasi harus mampu menjawab beberapa pertanyaan berikut: Siapa?
Berkata apa? Menggunakan cara apa? Kepada siapa? Memberikan dampak apa?
Dalam proses
komunikasi, bisa jadi ada gangguan yang dapat mempengaruhi kemampuan perjalanan
pesan dan isi pesan yang hendak disampaikan.
Ada 4 gangguan atau “kebisingan”
ketika berkomunikasi:
Pertama fisiologis, gangguan
akibat lapar, lelah, sakit kepala, pengobatan, dan faktor lain yang
mempengaruhi cara kita merasa dan berpikir.
Kedua fisik, gangguan yang terjadi di lingkungan,
semisal kebisingan oleh hal lain, pencahayaan yang kurang atau terlalu
berlebih, iklan spam yang muncul, suhu berlebihan, kondisi yang terlalu ramai,
dan seterusnya.
Ketiga psikologis, kondisi
mental tertentu yang mempengaruhi cara kita berkomunikasi dan menginterpretasi
orang lain. Contohnya, jika otak kita dipenuhi masalah, jika kurang
memperhatikan ketika rapat tim. Hal lain semisal prasangka dan perasaan membela
diri juga bisa mempengaruhi komunikasi.
Keempat semantik, gangguan ini
muncul ketika kata yang dipergunakan tidak dimengerti pihak lain, sering kali
karena penggunaan jargon atau bahasa teknis tertentu.
Manajer dan pekerja bisa
mempergunakan prinsip 7 C untuk membantu menjadi komunikator yang baik ketika
memilih isi pesan dan gaya komunikasi yang sesuai dengan tujuan dan penerima
pesan.
C pertama, complete (lengkap). Komunikasi K3 harus dapat menjawab 6
pertanyaan: siapa, apa, kapan, dimana, kenapa, dan bagaimana.
C kedua, concise (ringkas). Pesan yang dikomunikasikan harus jelas, tanpa
ditambahi kata yang tidak perlu, pesan yang ambigu, atau detail yang tidak
terkait.
C ketiga, clear (jelas). Jangan mempergunakan bahasa teknis atau jargon
bisnis, fokuslah pada pesan atau tujuan yang spesifik, dan pergunakan bahasa
yang tepat dan sesuai.
C keempat, correct (benar). Semua informasi yang dikomunikasikan harus
diperiksa keakurasiannya, termasuk benar penulisan, tata bahasa, dan ejaannya.
C kelima, concrete (konkrit). Didukung oleh fakta dan angka relevan yang
membuat pesan jadi semakin meyakinkan dan kuat.
C keenam, considerate (penuh pertimbangan). Komunikasi yang efektif harus
memperhatikan target pendengar. Perhatikan sudut pandang, latar belakang, pola
pikir, dan tingkat pemahaman sasaran komunikasi.
C ketujuh, courteous (sopan). Komunikasi yang sopan terjadi ketika pengirim
pesan jujur, sopan, bijak, dan antusias.
Secara umum, ada 5 tipe
komunikasi di dalam organisasi: tertulis, lisan (verbal), visual, non-verbal
(bahasa tubuh), dan komunikasi tidak resmi (rumor/gosip).
Selain salinan dalam bentuk cetak
(hardy copy), komunikasi tertulis
bisa juga dalam bentuk elektronik (soft
copy). Contoh-contoh komunikasi tertulis yaitu memo, surat, surat berkala/newsletters, laporan tahunan, prosedur,
poster, handouts, email, intranet,
dan sosial media.
Komunikasi lisan bisa berupa
rapat, presentasi, kuliah, loka karya, percakapan resmi ataupun tidak resmi
(tatap muka, telepon, konferensi video/skype/intranet/ekstranet).
Perkembangan teknologi dewasa
ini semakin meningkatkan penggunaan foto, ikon, grafik info, atau video dalam
berkomunikasi. Sehingga elemen komunikasi visual ini semakin sering
dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan K3.
Komunikasi visual bisa
dipergunakan untuk mempermudah pekerja memahami pesan/informasi yang rumit
dalam bentuk yang sederhana. Contoh format visual bisa berupa grafik, diagram,
bagan, gambar, tabel, video, kartun, foto, piktogram, atau infografik,
Tipe komunikasi lain yaitu
non-verbal atau bahasa tubuh. Para ahli yakin bahwa 75% dr komunikasi manusia
bersifat non-verbal. Komunikasi non-verbal penting untuk diperhatikan karena
darinya kita memahami atau gagal memahami orang lain, terutama ketika
berkomunikasi yang melibatkan emosi atau sikap.
Beberapa karakteristik kunci
bahasa tubuh bisa dilihat dari postur (posisi tubuh), gestur (gerakan, semisal
menangguk, membuka telapak tangan), gerakan mata, ekspresi wajah, dan mirroring (ketika bahasa tubuh yang
positif diikuti oleh orang-orang, hal ini menandakan adanya hubungan perasaan
yang sama/saling berbagi, empati, dan kepercayaan).
Saluran atau kanal informasi
lainnya yaitu grapevine (komunikasi
tidak resmi, bisa berupa rumor, gosip, asumsi, atau perkiraan). Media
komunikasi ini biasanya dipergunakan pada level paling bawah organisasi atau
tim kerja yang jauh/terpencil, dimana tipe komunikasi resmi yang lainnya tidak
kuat atau bahkan tidak ada.
Beberapa situasi dan pesan
tertentu memerlukan media atau kanal komunikasi yang berbeda, pelajari
kelebihan dan kekuatan masing-masing tipe komunikasi, agar dapat dipergunakan
secara efektif.
Jika pesan yang hendak
disampaikan rumit, media informasi yang dipergunakan harus semakin personal dan
interaktif, sehingga memungkinkan faktor manusiawi di dalam berkomunikasi
seperti intonasi suara, ekspresi wajah, dan kehadiran fisik. Sedangkan jika
pesan yang hendak disampaikan akan mudah dipahami dan bersifat rutin, hal
tersebut bisa disampaikan melalui media komunikasi yang lebih ‘statis’.
Komunikasi yang paling baik haruslah
dimulai dengan merencakan strategi komunikasi. Analisis situasi yang ada
terlebih dahulu, kemudian tentukan tujuan komunikasi (apa yang diinginkan
terjadi), siapa yang hendak dipengaruhi, dan pesan-pesan apa yang akan
disampaikan.
Contoh formulir rencana/strategi
komunikasi adalah sebagai berikut:
Tujuan komunikasi secara umum:
|
||||
Audience
|
Tujuan
|
Pesan
|
Saluran/media
|
Waktu
|
Ada beberapa tipe alur
komunikasi, diantaranya: top-down
(dari manajemen), bottom-up (masukan
dari pekerja), lateral/horizontal (antara rekan kerja), diagonal (ke grup atau
departemen yang berbeda), dan eksternal (ke luar perusahaan, misalnya
kontraktor/suplier).
Beberapa hambatan atau gangguan
dapat muncul ketika berkomunikasi. Hal ini bisa terjadi karena tindakan atau
tidak adanya tindakan baik dari penyampai pesan, penerima, ataupun kedua.
Beberapa contoh gangguan
komunikasi misalnya kualitas perangkat komunikasi yang buruk (rusaknya telepon,
saluran internet/IT; rapat di waktu dan tempat yang tidak nyaman), kurangnya
waktu komunikasi, penggunaan jargon atau pesan yang ambigu, penerima pesan yang
lebih mempercayai media komunikasi tidak resmi, tidak menyesuaikan pesan dengan
karakter penerima, dan tidak meminta umpan balik.
Penting untuk memastikan tidak ada
gangguan ketika mengkomunikasikan K3 agar tidak terjadi salah pengertian,
meningkatkan efisiensi, dan mencegah cedera atau penyakit akibat kerja.
Dengan memahami tantangan dalam
berkomunikasi, praktisi K3 sebagai komunikator diharapkan mampu mengerti
prinsip-prinsip komunikasi yang baik, mengevaluasi rencana dan proses
komunikasi, serta mampu meningkatkan kinerja komunikasi di internal perusahaan,
yang pada gilirannya akan memberikan hasil yang baik, lebih banyak pekerja yang
terlibat, dan menunjukkan dampak positif program K3.
---000---
Referensi: Institution of Occupational Safety and Health (IOSH). Getting the message? Guidance on communication.
Mei 2015. Leicestershire, Inggris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar