Tampilkan postingan dengan label Investigasi Kecelakaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Investigasi Kecelakaan. Tampilkan semua postingan

27 Juni 2024

Semua Kecelakaan dapat Dicegah, Benarkah?

Pandangan bahwa 'semua kecelakaan dapat dicegah' telah tersebar luas dan diamini bukan hanya oleh praktisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tapi juga oleh pimpinan/manajemen perusahaan. Pandangan ini pada akhirnya menelurkan zero vision, visi nihil kecelakaan. Sesuatu yang menjadi perdebatan dalam kajian K3.

Pendapat bahwa ‘semua kecelakaan dapat dicegah’ muncul dari zaman pencerahan, sekitar abad-18, ketika Eropa mulai melepaskan cara berpikir kepercayaan tradisional dan memisahkan dogma agama. Pendapat ini merupakan seruan moral yang menginginkan tidak ada bahaya dan dorongan perbaikan untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Dipengaruhi juga oleh paham modernisme yang meyakini bahwa kita selalu bisa melakukan perbaikan berkelanjutan.

Namun, pandangan ‘semua kecelakaan dapat dicegah’ bisa jadi keliru karena beberapa hal.

Pertama, ada beda yang jelas antara niat baik dengan probabilitas statistik.

Kegagalan atau kecelakaan pasti terjadi di dalam dunia nyata yang kompleks dan memiliki sumber daya yang terbatas, baik secara empiris maupun teoritis, tidak akan pernah bisa nihil. Contoh justifikasi teoritis dan pembahasan bukti empiris studi kasusnya bisa dibaca detail pada kajian Man Made Disaster Theory, Normal Accident Theory, atau High Reliability Organization.

Kedua, paham ‘semua kecelakaan dapat dicegah’ bersandar kuat pada teori jadul Domino yang meyakini bahwa kita bisa menghindari kecelakaan kalau fokus/mengambil domino yang dapat menjatuhkan domino selanjutnya.

Pada awal pengembangannya, Heinrich -pengarang teori Domino- menekankan pentingnya faktor kondisi dan pelindung fisik, tapi kemudian ia menggeser fokus pada 'menghilangkan tindakan tidak selamat pekerja'. Jika kita bisa menghambat jatuhnya suatu domino, kecelakaan bisa kita cegah. Teori Domino Heinrich terdiri dari 3 pokok utama: kecelakaan terjadi secara linear/berurutan, ada rasio perbandingan yang tetap antar kategori kecelakaan, dan tindakan tidak selamat berkontribusi atas 88% kecelakaan kerja.

Kritik/studi ilmiah telah menunjukkan kesalahan pada ketiga hal tersebut. Para ahli keilmuan K3 meragukan dasar ilmiah teori ini. Sehingga validitas kesimpulan yang diambil dari teori ini tidak bisa kita pegang keandalannya.

Ketiga, ketika semua meyakini bahwa kecelakaan dapat dicegah, maka pimpinan dan pekerja mendapat tekanan di luar kemampuannya ketika mengalami kecelakaan.

Tekanan pada pimpinan karena dianggap tidak menjalankan kewajibannya (bisa terkena tuntutan hukum), jelek reputasinya (mempengaruhi promosi atau justru malah demosi), sedang tekanan pada pekerja karena dituduh tidak menunjukkan perilaku yang baik di tempat kerja, bahkan tidak jarang malah mendapatkan surat peringatan atau paling parah kehilangan pekerjaan setelah jadi korban kecelakaan. Konsekuensi dari tekanan semacam itu apa?

Dampaknya jelas, manipulasi data (bagi atasan) dan menyembunyikan kejadian kecelakaan (bagi bawahan). Komunikasi yang tidak akan pernah transparan dan akar permasalahan yang akan selalu dorman/tersembunyi dalam organisasi.

Keempat, setelah investigasi kecelakaan, kita umumnya mengambil kesimpulan yang sederhana: kecelakaan sederhana seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi dan dapat dicegah.

Kesimpulan sederhana itu dipengaruhi kesalahan berpikir hindsight bias, kekeliruan dalam menarik kesimpulan karena sudah mengetahui hasil akhir suatu kejadian. Jika kita dihadapkan pada kondisi yang sama, dengan sumber daya dan keterbatasan yang serupa, dalam konteks motivasi yang sama, bisa jadi kita akan mengambil langkah yang tidak berbeda.

Di dalam proses investigasi, kita telah mengumpulkan semua detail informasi dari berbagai sumber/pihak, memiliki waktu yang berlebih untuk menganalisis data, mengevaluasi semua opsi pilihan langkah kerja dengan melibatkan semua ahli yang bisa dikumpulkan. Dan orang di kantor hanya bisa membayangkan bagaimana suatu pekerjaan dilakukan (work as imagined) dengan sangat berbeda ketika pekerjaan ketika benar-benar dilakukan (work as done).

Dalam pekerjaan nyata, hal itu semua tidak bisa dilakukan. Ada keterbatasan sumber daya manusia, alat, kondisi lingkungan yang tidak ideal, waktu, uang, dan tekanan jadwal yang bisa memberikan konteks berpikir yang berbeda.

Kelima, bukan bebas kecelakaan yang harusnya jadi tujuan kita, tapi fokuslah pada leading indikator yang mempengaruhi keselamatan sebagai pengukuran kinerja.

Keselamatan tradisional diukur oleh angka kecelakaan sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh faktor lain. Jika yang jadi patokan adalah variabel yang tidak mampu kita kendalikan secara langsung, akan muncul rasa putus asa, tidak berdaya, baik ketika sebelum ada kecelakaan maupun setelahnya.

Variabel independen atau hal-hal yang mempengaruhi keselamatan yang bisa kita kontrol/kendalikanlah yang semestinya mempengaruhi baik atau buruknya kinerja. Ini yang seharusnya diukur, dipantau, dan diusahakan.

Sepatutnya kita bergeser dari melihat ketiadaan kecelakaan sebagai definisinya keselamatan. Sudah saatnya kita melihat kapasitas atau kemampuan organisasi dan pekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan dengan sukses dalam berbagai kondisi yang variatif (the ability to succeed under varying condition) sebagai definisi baru keselamatan.

Terakhir, tidak mengapa ada kejadian (event), selama tidak ada yang celaka.

Salah satu perspektif berbeda yang diperkenalkan oleh pakar human performance, Dr Todd Conklin, menerangkan bahwa ‘safety is not the absence of accidents; safety is the presence of defenses’ (selamat bukan berarti tidak ada kecelakaan, selamat berarti adanya lapisan pertahanan dari bahaya).

Jika kita mengacu pada alur tahapan pengendalian kecelakaan, ada 4 fase yaitu prevention (pencegahan), preparedness (persiapan), response (penanganan), dan recovery (pemulihan). Setiap fase membutuhkan kapasitas atau kemampuan pelaksanaan yang memadai.

Ketiadaan kejadian/kecelakan belum tentu menunjukkan bagusnya suatu organisasi dalam melakukan program pencegahan dan persiapan. Bisa jadi ada banyak bahaya di tempat kerja, tersembunyi dalam organisasi (kegagalan laten). Kesalahan desain, kekeliruan pengambilan keputusan dan perencanaan tidak serta merta langsung mengakibatkan celaka.

Pada momen yang tepat, kombinasi memadai antara kegagalan laten dan kegagalan aktif pekerja (lelah, kelebihan beban kerja, teralihnya perhatian/fokus, lupa, dst) bisa mengakibatkan kecelakaan atau konsekuensi yang tidak diinginkan.

Organisasi yang mengalami kecelakaan belum tentu perusahaan yang buruk. Karena bisa saja memiliki penanganan (response) yang baik sehingga tidak ada korban cedera atau konsekuensi yang berarti, dan kecelakaan tidak bertambah besar serta mampu memulihkan (recovery) proses produksi ke operasional normal dengan cepat.

Jadi, jika suatu saat anda mendengar, membaca, atau mengetahui ada organisasi yang mengalami kecelakaan, jangan buru-buru memberikan cap buruk pada kinerja keselamatan mereka. Ingat, keselamatan bukan berarti tidak adanya kecelakaan; keselamatan adalah adanya lapisan pelindung bahaya (dimilikinya kapasitas untuk berbuat selamat), sehingga bahaya dapat dikelola untuk menghindari kejadian (event). Kalaupun terjadi kecelakaan, tidak akan ter-eskalasi atau cepat ditangani sehingga terhindar dari kerugian yang serius dan cepat kembali ke kondisi normal operasi.

 


---000---


Referensi:

·       Larry Wilson. 2005. All Injuries Cannot Be Prevented. OHS online magazine

·       Sidney Dekker. 2014. The Field Guide to Understanding 'Human Error'

·       Sidney Dekker. 2015. Safety Differently. Human Factors for a New Era

·       Sidney Dekker. 2019. Foundations of Safety Science

·       Steven Shorrock. 2017. The Varieties of Human Work. Safety Differently website

·       Erik Hollnagel. 2018. Safety-II in Practice.

 

 

Penyusun:

Syamsul Arifin, SKM. MKKK. Cert IOSH.

Praktisi K3 Migas dan mahasiswa S3 ilmu manajemen

www.syamsularifin.org


Artikel ini dimuat juga di Majalah BusinessAsia Indonesia edisi Feb-Mar 2024


Postingan terkait

24 Oktober 2017

Evolusi Model Kecelakaan

Pencegahan kecelakaan adalah tujuan paling dasar dari semua sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Karenanya, memahami bagaimana kecelakaan bisa terjadi adalah juga syarat paling mendasar untuk mencegah terjadinya insiden.

Bertahun-tahun, para peneliti K3 telah mengembangkan banyak model konseptual sebab-akibat sebuah kecelakaan. Ada model kecelakaan linier yang menjelaskan bahwa satu faktor mengakibatkan faktor lain, dan faktor seterusnya, sehingga mengarah ke kecelakaan; ada juga model kecelakaan kompleks non linier yang menjelaskan bahwa ada banyak faktor yang berperan bersama, dan kombinasi dari pengaruh kesemua faktor tersebut mengakibatkan terjadinya kecelakaan.

Secara umum, model-model kecelakaan dapat dikategorikan menjadi tiga fase: linier sederhana, kompleks linier, dan kompleks non linier.

Model linier sederhana menyatakan bahwa kecelakaan adalah puncak dari urutan kejadian-kejadian yang saling berurutan.

Model linier sederhana pertama yaitu “efek domino” atau “teori domino” yang dikembangkan oleh Herbert W Heinrich. Bukunya yang berjudul Industrial Accident Prevention (1931) menjadi rujukan awal untuk memahami kecelakaan.

Heinrich mengusulkan bahwa kecelakaan adalah salah satu dari lima faktor yang berurutan dengan fokus pencegahan kecelakaan menyasar pada faktor yang ada di tengah urutan, yaitu tindakan berisiko/tidak selamat, bahaya fisik dan mekanik.

Kelima faktor Heinrich yaitu: faktor lingkungan/keturunan; kesalahan pekerja; tindakan tidak selamat, bahaya fisik dan mekanik; kecelakaan; dan cidera.

Gambar 1 Model domino (Heinrich, 1931)

Urutan teori domino kemudian dikembangkan oleh Bird dan Germain (1985) yang menyadari peran manajemen dalam mencegah dan mengendalikan kecelakaan pada lingkungan kerja yang semakin rumit karena perkembangan teknologi.

Model ini dikenal sebagai “Loss Causation Model” yang diilustrasikan juga seperti urutan lima domino.

Gambar 2 Model loss causation (Bird dan Germain)

Model berurutan terus dikembangkan pada tahun 1970an, namun sudah mulai menggabungkan beberapa kejadian di dalam urutannya. Model-model ini dikategorikan sebagai kompleks linier, diantara contohnya yaitu: energi perusak/energy damage, urutan kejadian/time sequence, epidemiologi, dan model sistemik atau keju Swiss (Swiss cheese).

Model energi perusak seringkali disandingkan kepada Gibson (1961) yang menganggap bahwa kerusakan (cedera) adalah akibat dari pelepasan energi yang intensitas di titik kontak penerima melebihi kemampuan ambang batas penerima.

Kecelakaan, oleh model energi perusak, terjadi akibat hilangnya kendali energi akibat kegagalan mekanisme pengendali energi berbahaya. Mekanisme pengendali bisa berupa struktur penahan fisik, pelindung, proses-proses, dan prosedur.

Gambar 3 Model energi perusak

Model urutan kejadian muncul untuk menjawab empat isu yang dikritisi dari teori domino: perlunya mendefinisikan awal dan akhir kecelakaan; perlunya untuk menempatkan kejadian pada urutan waktunya; perlunya metode terstuktur untuk menggali faktor-faktor yang terlibat; dan perlunya metode grafik untuk menjelaskan kejadian dan kondisi.

Gambar 4 Model urutan kejadian

Tiga zona di model urutan kejadian dapat digunakan pula untuk merumuskan langkah-langkah pencegahan kecelakaan. Di zona 1, ada kesempatan untuk mencegah terjadinya kejadian; di zona 2, ada kesempatan mendeteksi terjadinya kejadian dan mengambil langkah untuk menurunkan tingkat kekerapan/likelihood; sementara di zona 3, ada kesempatan untuk mengendalikan dampak dan paparan kejadian.

Model epidemiologi berangkat dari studi epidemiologi yang menentukan faktor-faktor penyebab perkembangan suatu penyakit. Benner (1975) insinyur dan praktisi psikologi, melalui model ini menyatakan bahwa kecelakaan adalah kombinasi dari faktor agen pengganggu dan lingkungan yang mempengaruhi lingkungan host (seperti epidemi) sehingga berdampak negatif pada organisme (alias organisasi/perusahaan).

Gambar 5 Model epidemiologi

Pencegahan kecelakaan jika mengadopsi model epidemiologi berkonsentrasi pada pengawasan deviasi kinerja dan memahami penyebab laten suatu kecelakaan.

James Reason (1990) yang mengadopsi model epidemiologi, meneliti mekanisme kesalahan manusia dari sisi psikologi. Dia menemukan ada dua tipe error/salah: aktif dan laten. Kesalahan aktif (active error) dapat langsung dirasakan dampaknya, sedangkan kesalahan laten (latent error) cenderung dormant (tersembunyi, tidur) di dalam sistem sampai kemudian bergabung/berkombinasi dengan faktor lain, menembus sistem perlindungan.

Model yang dikembangkan Reason dikenal umum sebagai model keju Swiss (Swiss cheese model).

Gambar 6 Model keju Swiss

Tidak seperti Heinrich dan Bird-Germain, Reason tidak memerikan lubang atau lapisan-lapisan keju yang ada mewakili faktor/elemen apa saja. Model ini membiarkan para praktisi K3 menginvestigasi faktor-faktor di dalam organisasi yang paling tepat mewakili lubang atau lapisan keju pada kecelakaan yang dihadapi.

Di tahun 2000an, muncul dua model kecelakaan yang menjelaskan fenomena kecelakaan pada sistem dan organisasi kerja yang sangat kompleks akibat perkembangan teknologi dewasa ini. Dua model kecelakaan ini masuk ke dalam kategori kompleks non linier: The Systems-Theoretic Accident Model and Process (STAMP), dan The Functional Resonance Accident Model (FRAM).

STAMP diperkenalkan oleh Nancy Levenson (2004). Model investigasi kecelakaan yang mempergunakan STAMP memfokuskan pada pertanyaan mengapa kontrol yang ada gagal untuk mendeteksi atau mencegah perubahan yang pada akhirnya menyebabkan kecelakaan. Namun, model ini kurang mendapat penerimaan yang luas pada praktisi K3.

FRAM dikembangkan oleh Erik Hollnagel (2004). Model FRAM ini mempergunakan perspektif tiga dimensi dalam melihat kecelakaan. Ia menganggap tekanan (manusia, teknologi, kondisi laten, barrier) tidak bergabung secara linier dengan mudah untuk dapat mengakibatkan kecelakaan.

Kecelakaan, menurut FRAM, terjadi akibat sistem tidak mampu menoleransi variasi ketika bekerja normal.

Gambar 7 Functional Resonance Accident Model

Dengan demikian banyak model-model kecelakaan yang telah berkembang, muncul pertanyaan, model mana yang paling berguna? Yang manakah yang akan kita pergunakan? Apakah harus kita tinggalkan model-model yang masih linier dan harus segera beralih ke konsep yang kompleks non linier?

Sebagai praktisi K3, pemahaman atas perkembangan keilmuan ini diperlukan untuk dapat memberikan kita pola pikir dan konsep yang lebih matang dalam melihat kecelakaan.

Kita menyadari bahwa organisasi/perusahaan saat ini lebih rumit dalam konteks sistem sosial dan teknik. Namun kita perlu juga melihat aspek kepraktisan penerapan pilihan model kecelakaan yang tersedia.

Model kecelakaan yang teranyar belum tentu dapat diterapkan dengan lebih baik. STAMP misalnya, masih sedikit penerimanya dibandingkan model keju Swiss yang sudah 27 tahun lalu diperkenalkan.

Aspek lingkungan kerja atau organisasi juga perlu mempertimbangkan, apakah bisa membatasi pemakaian model kecelakaan terbaru.

Karenanya, dibutuhkan evaluasi kritis dan pemahaman yang benar terhadap model kecelakaan yang ada, apakah sudah cukup praktis/tidak terlalu rumit untuk diterapkan, dan apakah model tersebut sesuai dengan kondisi lapangan serta analisa data yang sudah ada.

Praktisi K3 juga perlu mengerti perbedaan antara model kecelakaan dan metode investigasi yang bisa jadi merujuk kepada teori model. Misalnya, model urutan kejadian, menjadi dasar dari formulir investigasi kecelakaan event tree dan fault tree analysis. Metode investigasi Incident Cause Analysis Method (ICAM) yang dikembangkan dari model keju Swiss. Juga metode functional resonance analysis yang jelas mengekor dari ke functional resonance accident model.

Sebagai penutup, semoga pemahaman penyebab kecelakaan dan macam-macam model kecelakaan ini bisa semakin meningkatkan efektifitas program pencegahan kecelakaan di tempat kerja dan mencegah terulangnya kecelakaan yang telah terjadi, seperti tujuan utama pengembangannya.



---000---

Referensi: Safety Institute of Australia. OHS Body of Knowledge, Models of Causation. 2012. Victoria, Australia

Postingan terkait

24 September 2017

Ledakan dan Kebakaran Sumur Macondo

Rig Semisubmersible Deepwater Horizon

20 April 2010, kecelakaan yang mengakibatkan kematian banyak pekerja terjadi di sumur minyak Macondo, sekitar 80 KM dari lepas pantai Louisiana di Teluk Meksiko.

Insiden terjadi ketika pekerjaan well-abandonment sementara yang dilakukan rig pengeboran Deepwater Horizon (DWH). Rig kehilangan kendali atas sumur, sehingga terjadi blowout –pelepasan cepat dan kuat gas dan cairan hidrokarbon dari dalam sumur ke rig. Hidrokarbon yang terlepas itu kontak dengan sumber nyala api dan terbakar. Ledakan dan kebakaran pun terjadi. Korban jiwa atau cedera, kerusakan lingkungan dan kerusakan aset yang terjadi adalah kematian 11 pekerja, cedera serius 17 pekerja, tenggelamnya rig pengeboran dan kerusakan pantai dan laut yang luas akibat tumpahnya 5 juta barel (≈600 juta liter) hidrokarbon dari dalam sumur. Kejadian ini merupakan salah satu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alam terburuk dalam sejarah Amerika.

Rig Deepwater Horizon terbakar dan meledak di sumur Macondo
Penyebaran minyak akibat kebakaran dan ledakan sumur Macondo


BP Exploration & Production Inc. (BP) adalah operator atau pemegang konsensi blok yang terdapat sumur Macondo. BP adalah pemegang konsensi terbesar di laut dalam (deepwater) Teluk Meksiko Amerika, memiliki lebih dari 650 blok dengan kedalaman laut lebih dari 1,200 feet (≈365 meter).

Untuk mengebor sumur Macondo, BP mengontrak Transocean, kontraktor pengeboran dan penyedia jasa sumur lainnya, termasuk Halliburton dan Sperry-Sun Drilling Services –subsidari Halliburton.
Bagan interaksi perusahaan yang terlibat kejadian

Cameron tidak memiliki kontrak langsung dengan BP, namun kontrak antara Transocean dan BP mempersyaratkan konfigurasi dan referensi spesifik Blowout Preventer (BOP) yang akan digunakan dalam pengerjaan sumur. Cameron menyediaakan part, pengetesan, bantuan teknis dan jasa perbaikan pada BOP Deepwater Horizon.

Personil yang bertanggung jawab akan pengendalian sumur ketika kejadian adalah:
Posisi personil pengendali sumur

Ruang kendali driller di anjungan pengeboran lepas pantai yang serupa di Deepwater Horizon

Urutan kejadian kebakaran/ledakan

Aktifitas utama yang menyangkut kejadian ledakan dan kebakaran sumur Macondo adalah:

Urutan waktu kejadian


Faktor penyebab kejadian kebakaran/ledakan (direct and indirect cause)

Dengan mempergunakan fault tree analysis, berbagai skenario, failure mode dan faktor kontribusi yang memungkinkan, ada 8 temuan utama kejadian ini:
  1. Semen annulus tidak mengisolasi hidrokarbon
  2. Shoe track tidak mengisolasi hidrokarbon
  3. Test tekanan negatif diterima walaupun integritas sumur tidak diperiksa
  4. Influx dari sumur tidak diidentifikasi hingga hidrokarbon berada di riser
  5. Respon kendali sumur gagal untuk menjaga kendali sumur
  6. Pengalihan ke mud gas separator mengakibatkan gas ter-venting di rig
  7. Sistem kebakaran dan gas tidak mencegah ignisi hidrokarbon
  8. Mode darurat BOP tidak dapat menutup sumur.

Swiss cheese model kejadian ledakan dan kebakaran
Ringkasan kegagalan di Sumur Macondo


Analisis program dan sistem Pencegahan dan Proteksi Kebakaran

Ada beberapa potensi sumber penyalaan di rig Deepwater Horizon:
  1. Klasifikasi area listrik (electrical area classified
  2. Sistem gas dan kebakaran 
  3. Sistem ventilasi 
Marine Operation Manual (MOM) Deepwater Horizon tertanggal Maret 2001 menyatakan bahwa: area kapal dibagi dan diidentifikasi memiliki kemungkinan pencampuran udara/gas mudah terbakar/meledak. Sebagian besar are rig tidak masuk klasifikasi mudah terbakar/meledak karena hanya sedikit atau bahwa tidak ada peluang pencampuran gas/udara mudah terbakar bahkan dalam kondisi yang paling ekstrim sekalipun.

Area klasifikasi listrik di Deepwater Horizon meliputi area drill floor dan area di atas drill floor, termasuk juga derrick. Area deck yang langsung dibawah drill floor juga masuk klasifikasi listrik. Berbagai macam intake dan outlet ventilasi dan outlet diverter juga masuk klasifikasi listrik. Moon pool dan ruangan mud pit juga masuk area klasifikasi listrik.

Sistem gas dan kebakaran Deepwater Horizon memiliki 27 detektor gas mudah terbakar. Seluruh gas detektor berfungsi otomatis terhadap alarm visual dan audio. 13 dari 27 detektor memiliki respon otomatis, sedang 14 sisanya tidak beraksi otomatis, hanya memberikan alarm visual dan audio.

Dari hasil Analisa data, perawatan dan penilaian terakhir oleh pihak ketiga menunjukkan bahwa gas detektor dalam kondisi cukup baik, diuji dan terawat.

Fungsi dan layout sistem ventilasi juga diperiksa. Fire damper di rig didisain untuk otomatis menutup ketika listriknya mati. Disediakan juga fusible link untuk memastikan damper menutup jika terjadi kebakaran.

Hipotesis analisis kejadian kebakaran

Modeling vapor dispersion menunjukkan bahwa campuran gas mudah terbakar dengan cepat menyelimuti area rig, termasuk beberapa ruangan tertutup dibawah deck. Area di bow dan aft deck utama serta di bawah deck tidak klasifikasi listrik. Karena itu beberapa penyalaan mungkin terjadi.

Sistem HVAC (Heating, Ventilating, dan Air Conditioning) mungkin mentransfer gas mudah terbakar ke area tertutup mesin, sehingga mesin menjadi melebihi kecepatannya. Yang menjadi sumber penyalaan.

Sumber penyalaan mekanikal juga mungkin terjadi. Tekanan yang sangat besar terjadi ketika pelepasan hidrokarbon bisa menyebabkan kegagalan peralatan, dan mengakibatkan kerusakan kolateral sehingga menimbulkan percikan.

Rekomendasikan program pencegahan dan proteksi kebakaran

Laporan investigasi kecelakaan Deepwater Horizon oleh BP memberikan 2 hal besar perbaikan:
Drilling dan Well Operation Practices (DWOP) dan Operating Management System (OMS)
Pengawasan dan kontrol kualitas kontraktor dan provider jasa

Perbaikan DWOP dan OMS:

a) Prosedur dan praktek teknis engineering
  • Perbaikan panduan penyemenan
  • Perbaikan persyaratan well control
  • Perbaikan desain teknis: tubular, casing hanger seal
  • Perbaikan persyaratan untuk mencakup pengetesan tekanan negatif
  • Memperjelas standar pelaporan dan investigasi kejadian pengendalian sumur
  • Mengusulkan American Petroleum Institute untuk mengembangkan rekomendasi untuk desain dan pengetesan busa semen pada penggunaan tekanan tinggi dan suh tinggi
  • Penilaian dan meninjau penerapan Management of Change (MOC)
b) Kompetensi dan kapabilitas
  • Memperkuat peran teknis di bidang penyemenan dan isolasi
  • Memperkuat kompetensi dan kepemimpinan di operasi laut dalam
  • Mengembangkan program pelatihan laut dalam tingkat lanjut
  • Membangun ahli internal BP dibidang subsea dan kontrol sistem BOP
  • Meminta International Association of Dirlling Cotnractor (IADC) untuk mempertimbangkan sertifikasi di bidang subsea engineering.
c) Audit dan verifikasi

d) Proses Safety Performance Management
  • Membuat indikator leading dan lagging terkait integritas sumur, pengendalian sumur dan peralatan keselamatan kritis rig
  • Mempersyaratkan kontraktor pengeboran untuk membuat sistem monitoring audio terkait indikator leading dan lagging di atas.

Pengawasan dan kontrol kualitas kontraktor dan provider jasa:

a) Pemastian jasa penyemenan
b) Memastikan praktek pengendalian dan monitor sumur diterapkan di semua kontraktor pengeboran
c) Keselamatan proses rig:
  • Hazop review pada sistem gas permukaan dan cairan pengeboran sebagai bagian dari rig audit dan penerimaan
  • Memasukkan semua venting hidrokarbon sebagai bagian dari Hazop
d) Pengawasan kualitas desain BOP:
  • Menetapkan minimal redundancy dan reliabilitas BOP yang dimiliki kontraktor
  • Memperketat persyaratan minimum pengetesan BOP
  • Memperketat persyaratan minimum perawatan BOP
  • Menetapkan persyaratan minimum Management of Change subsea BOP
  • Membuat perencanaan yang jelas untuk ROV intervensi sebagai bagian dari tanggap darurat
  • Membuat kontraktor pengeboran menerapkan proses kualifikasi yang memverifikasi kinerja kemampuan shearing BOP
  • Termasuk verifikasi pengujian dan kesesuaian dengan point redundancy dan kemampuan shearing BOP. 

Kerja sama industri di bidang penanganan tumpahan

Juli 2010, 4 dari 5 perusahaan besar minyak dan gas membangun perusahaan non profit Marine Well Containment sebagai langkah bersama untuk meningkatkan kapabilitas penanganan tumpahan sumur di Teluk Meksiko. Masing-masing perusahaan komitmen berinvestasi 1 milyar USD untuk pengembangan sistem cepat tanggap perusahaan Marine Well Containment yang terdiri dari peralatan modular kontainment yang dapat mengumpulkan minyak yang mengalir dari laut dalam. Sistem ini didisain untuk dpt dimobilisasi dalam waktu 24 jam dan siap dioperasikan selama berminggu-minggu, siap menampung tumpahan sedalam 10,000 feet dari permukaan, untuk volume sampai 100,000 barel per hari.

Sistem ini didesain untuk dapat menangani tumpahan atau kejadian seperti Deepwater Horizon di masa depan.

Skematik sistem Marine Well Containment


---000---

Referensi:
  • British Petroleum. Deepwater Horizon Accident Investigation Report. September 2010. UK
  • US Chemical Safety and Hazard Investigation Board. Investigation Report, Explosion and Fire at the Macondo Well. Juni 2014. US
  • Deepwater Horizon Study Group (DHSG). Final Report on the Investigation of the Macondo Well Blowout. University of California Berkeley, US
  • The Bureau of Ocean Energy Management, Regulation and Enforcement. Report Regarding The Causes Of The April 20, 2010 Macondo Well Blowout. September 2011. US
  • National Commission on the BP Deepwater Horizon Oil Spill and Offshore Drilling. Deep Water the Gulf Oil Disaster and the Future of Offshore Drilling: Report to the President. Januari 2011. US

Postingan terkait

Menuju Investigasi Kecelakaan Terbaik

Investigasi kecelakaan bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab dasar sebuah kecelakaan dan mencegah agar kecelakaan serupa tidak terulang di kemudian hari dengan mengantisipasi/menangani penyebab dasarnya. Namun, saat ini, ada banyak metode investigasi kecelakaan yang telah dikembangkah oleh para pakar. Manakah metode investigasi yang terbaik?

Pemilihan metode investigasi memegang peranan yang krusial, karena tiap metode memiliki teori dan konsepnya masing-masing yang bisa menghasilkan output, fokus isu keselamatan dan rekomendasi yang berbeda.

Secara umum, tahapan investigasi kecelakaan meliputi: pengumpulan bukti, analisa, pengembangan kesimpulan, dan pelaporan.

Beberapa metode investigasi kecelakaan sebagaimana disebutkan Center for Chemical Process Safety (CCPS) yaitu: Accident Anatomy method (AAM), Action Error Analysis (AEA), Accident Evolution and Barrier Analysis (AEB), Change Evaluation/Analysis, Cause-Effect Logic Diagram (CELD), Causal Tree Method (CTM), Fault Tree Analysis (FTA), Hazard and Operability Study (HAZOP), Human Performance Enhancement System (HPES), Human Reliability Analysis Event Tree (HRA-ET), Multiple-Cause, Systems-oriented Incident Investigation (MCSOII), Multi linear Events Sequencing (MES), Management Oversight Risk Tree (MORT), Systematic Cause Analysis Technique (SCAT), Sequentially Timed Events Plotting (STEP), TapRoot Incident Investigation System, Technique of Operations Review (TOR), dan Work Safety Analysis.

Sedang Department of Energy (DOE) Amerika menyebutkan beberapa metode investigasi kecelakaan lainnya sebagai berikut: Events and Causal Factors Charting and Analysis, Barrier Analysis, Change Analysis, Root Cause Analysis, Fault Tree Analysis, Management Oversight and Risk Tree (MORT), Project Evaluation Tree Analysis (PET), Specific Analytical Techniques, Human Factors Analysis, Integrated Accident Event Matrix, Failure Modes and Effects Analysis, Software Hazards Analysis, Common Cause Failure Analysis, Sneak Circuit Analysis, 72-Hour Profile, Materials and Structural Analysis, dan Scientific Modeling.

Meski sangat berlimpah, daftar metode-metode kecelakaan di atas ternyata masih belum mencakup seluruh metode kecelakaan yang ada, semisal: (Hu)Man-Technology and Organisation (MTO) analysis, Accident Analysis and Barrier Function (AEB) Method, TRIPOD-Delta, dan Acci-Map yang digunakan di beberapa negara Eropa.

Sangat banyak sekali bukan? Lalu, manakah metode investigasi yang terbaik?

Snorre Sklet di makalah berjudul “Methods for Accident Investigation” membedah beberapa metode investigasi yang umum digunakan. Ringkasan perbedaan masing-masing metode adalah sebagai berikut:


Kolom kedua menjelaskan apakah metode yang ada di kolom pertama mempergunakan ilustrasi grafik untuk menjelaskan urutan kejadian atau tidak.

Ilustrasi grafik sebuah urutan kejadian sangat berguna dalam proses investigasi, karena bisa mempermudah memahami keseluruhan kejadian dan keterkaitan antara tiap bagian kejadian. Ilustrasi grafik juga menjembatani antara investigator dengan informan dan mempermudah proses identifikasi “missing link” dalam memahami skenario kecelakaan secara menyeluruh.

Beberapa metode kecelakaan memang mempergunakan simbol grafik sebagai bagian dari cara investigasi, tapi hal itu tidak mengilustrasikan skenario menyeluruh kecelakaan.

Kolom ketiga menjelaskan mengenai ruang lingkup dari metode kecelakaan. Masing-masing angka tersebut menunjukkan perbedaan tingkat di dalam sistem sosioteknikal di dalam manajemen resiko sebagaimana digambarkan oleh Rasmuss:




Angka-angka di kolom ketiga tersebut menandakan:
  1. Sistem kerja dan teknologi
  2. Di tingkat pekerja
  3. Di tingkat majemen
  4. Di tingkat perusahaan
  5. Di tingkat pembuat perundangan/peraturan dan asosiasi
  6. Di tingkat pemerintahan.

Kolom keempat menjelaskan apakah metode investigasi tersebut merupakan metode primer atau sekunder. Metode primer artinya yaitu metode tersebut adalah teknik investigasi yang digunakan sendiri. Sedang metode sekunder adalah teknik investigasi yang dapat menyedikan input khusus sebagai suplemen bagi metode investigasi lain.

Kolom kelima mengkategorisasikan metode-metode investigasi ke dalam pola deduktif, induktif, morfologi atau tidak berorientasi sistem.

Pola deduktif memulai dari hal yang umum ke hal yang spesifik. Di dalam pola deduktif, sistem atau proses dianggap telah gagal, hal selanjutnya yaitu menentukan bagian apa dari sistem, komponen, operator dan perilaku organisasi yang berkontribusi pada kegagalan sistem tersebut.

Pola induktif memulai penalaran dari kasus-kasus individual ke kesimpulan umum. Pola induktif menganggap kesalahan tertentu telah terjadi atau ada kejadian yang menjadi penyebab kecelakaan, selanjutnya ditentukan perkiraan efek kesalahan tersebut/penyebab kecelakaan ke dalam sistem keseluruhan.

Pola morfologi berdasarkan studi struktur sistem yang ada. Pola morfologi menfokuskan langsung pada elemen yang berpotensi membahayakan (contohnya aktifitas, kondisi). Tujuannya adalah untuk berkonsentrasi pada faktor yang paling berpengaruh pada keselamatan.

Ketiga pola tersebut merupakan klasifikasi dari CCPS. Disamping itu, ada pola lain yang berbeda yang tidak sekomprehensif pola tersebut, yang dikategorikan sebagai ‘tidak berorientasi sistem’.

Kolom keenam menjelaskan model kecelakaan yang mempengaruhi metode tersebut. Model-model kecelakaan tersebut yaitu:

a) Causal-sequence model
b) Process model
c) Energy model
d) Logical tree model
e) SHE-management models

Kolom terakhir menganalisa keperluan pelatihan dan kompetensi yang diperlukan investigator dalam mempergunakan metode kecelakaan tertentu. Kata ‘ahli’ menandakan bahwa diperlukan pelatihan formal agar seseorang mampu mempergunakan metode tersebut dengan benar. ‘Novice’ berarti seseorang mampu mempergunakan metode kecelakaan tersebut tanpa pelatihan kompetensi khusus atau pengalaman. Sedang ‘spesialis’ berada di tengah-tengah ‘ahli’ dan ‘novice’.

Adakah Metode Investigasi Kecelakaan yang Terbaik?

Menginvestigasi kecelakaan adalah suatu pekerjaan yang rumit, karena kecelakaan yang besar hampir tidak pernah terjadi akibat satu penyebab. Sebagian besar kecelakaan terjadi akibat banyak faktor yang saling terkait. Orang-orang yang terlibat, pengambil keputusan yang mempengaruhi aktifitas normal pekerjaan juga bisa berkontribusi pada skenario kecelakaan, baik langsung maupun tidak langsung.

Sebuah investigasi harus bisa mengidentifikasi urutan kejadian dan seluruh faktor penyebab yang mempengaruhi skenario kecelakaan agar dapat merekomendasikan langkah-langkah pencegahan yang tepat guna menghindari terulangnya kecelakaan yang sama di kemudian hari.

Masing-masing metode memiliki tujuan yang berbeda dan sedikit-banyak mempengaruhi proses investigasi.

Apapun metode investigasi yang dipakai, tujuan investigasi haruslah dapat terpenuhi.

Persyaratan Sebuah Investigasi yang Baik

Human Reliability Associates sebagaimana dikutip Health and Safety Executive (HSE) Inggris di laporan penelitian setebal 440 halaman yang berjudul “Accident investigation - The drivers, Methods and Outcomes” mengatakan bahwa sebuah proses investigasi dapat dikatakan berhasil jika mengikuti hal-hal berikut:
  • Model kecelakaan yang mencerminkan pendekatan sistematik metode kecelakaan
  • Keterlibatan pihak-pihak yang relevan dalam tim investigasi
  • Prosedur atau protokol yang terstruktur yang mendukung proses investigasi
  • Mengidentifikasikan penyebab langsung dan tidak langsung
  • Membuat rekomendasi yang menindaklanjuti penyebab langsung dan tidak langsung
  • Penerapan rekomendasi dan analisa resiko lanjutannya
  • Tindak lanjut yang memastikan bahwa langkah-langkah pencegahan memang terbukti menurunkan resiko kecelakaan yang serupa
  • Umpan balik kepada pihak-pihak terkait untuk berbagi pelajaran yang didapat dari sebuah kecelakaan
  • Pengembangan database kecelakaan.



---000---

Referensi:
  • Sklet, Snorre. Methods for accident investigation. 2002. Norwegia 
  • Health and Safety Executive. Accident Investigation - The Drivers, Methods and Outcomes. 2001. United Kingdom 
  • Benner Jr, Ludwig. Investigating Investigation Methodologies. 2003. Virginia, Amerika.

Postingan terkait