Tampilkan postingan dengan label Keselamatan Migas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keselamatan Migas. Tampilkan semua postingan

03 September 2021

Desain Keselamatan untuk Mitigasi yang Efektif

Skenario keadaan darurat yang mungkin terjadi di semua fasilitas migas (minyak dan gas bumi) adalah sama: kebakaran atau ledakan, pencemaran lingkungan, dan cedera pada pekerja. 

Anjungan (platform) lepas pantai (offshore) memiliki karakter yang khas karena beberapa hal, semisal lokasi kerja yang terisolasi, beroperasi 24 jam non-stop (pola kerja 12 jam/shift), potensi paparan multi bahaya secara bersamaan (material, kebisingan, getaran, panas, pengangkatan manual), dan lingkungan kerja yang ekstrim.

Mendesain fasilitas produksi lepas pantai yang sesuai standar (code) industri akan meningkatkan keselamatan pekerja, menjaga lingkungan bebas pencemaran, dan membuat proses produksi migas yang efisien.

Ada empat prinsip utama mendesain dan mengoperasikan fasilitas yang selamat: (1) meminimalisir kemungkinan terjadinya pelepasan hidrokarbon atau bahan berbahaya lain yang tidak terkendali, (2) meminimalisir peluang percikan api, (3) mencegah eskalasi kebakaran dan kerusakan peralatan, dan (4) menyediakan perlindungan dan jalur menyelamatkan diri bagi pekerja.

Mencegah Kebocoran Hidrokarbon

Pelepasan hidrokarbon yang tidak terkendali bisa diakibatkan oleh pengikisan/kebocoran akibat korosi; kerusakan pada sistem pipa akibat getaran dan energi mekanik; emisi yang merembes di flange, fitting, atau valve; pelepasan tekanan ketika kondisi abnormal; dan kesalahan operator.

Hidrokarbon yang keluar dari peralatan bisa terbakar jika terpapar suhu tinggi, api, listrik statis atau peralatan instrumentasi/listrik yang memercik. Intensitas dan besaran api akan dipengaruhi oleh volume dan laju gas atau cairan yang terlepas serta kecepatan dan arah angin.

Sistem flare, ventilasi, dan saluran air (drainase) dipergunakan untuk mengumpulkan dan mengarahkan pelepasan gas dan cairan dalam kondisi normal ataupun abnormal ke lokasi yang selamat, jauh dari sumber nyala api di dalam fasilitas.

Pemisahan sumber nyala api dan bahan bakar juga bisa dilakukan dengan menempatkan peralatan yang bisa menjadi sumber nyala api jauh dari peralatan yang berisi hidrokarbon. Sebagian besar peralatan listrik dan instrumentasi bisa menjadi sumber nyala api. Karena itu, penempatan dan pemilihan peralatan merupakan hal yang krusial.

Standar untuk klasifikasi area bisa merujuk ke National Electrical Code (NEC) Artikel 500, American Petroleum Institute (API) Recommended Practices (RP) 500, dan International Society of Automation (ISA) S12.01.01. Sedang untuk panduan pemilihan dan pemasangan peralatan listrik atau sistem instrumentasi bisa merujuk ke API RP 14F, NEC (NFPA 70), dan ISA S12.06.01.

Mencegah Kebakaran

Salah satu sasaran desain fasilitas yang selamat adalah untuk mencegah kebakaran bertambah besar. Meskipun bencana kebakaran yang besar sangat jarang, namun desain fasilitas produksi harus mempertimbangkan skenario terburuk yang mungkin terjadi. Umumnya, bencana kebakaran besar adalah akibat dari eskalasi kebakaran kecil yang memicu kebakaran lain.

Salah satu alat keselamatan yang dapat mencegah eskalasi kebakaran yaitu detektor api. Detektor api harus terintegrasi ke sistem proses yang bisa mengaktifkan penutupan atau mematikan sumber hidrokarbon (semisal sumur atau pipa), dan mengaktifkan alarm serta sistem pemadam kebakaran.

API RP 500 mengharuskan alat pendeteksi api dipasang di semua area yang terklasifikasi (classified area) divisi 1 atau 2 dan di semua bangunan di mana pekerja umumnya beraktifitas atau istirahat. Peralatan pengendali kebakaran semisal generator listrik yang menyalakan pompa pemadam tidak boleh otomatis mati oleh sistem pendeteksi api.

Salah satu metode yang paling umum dipergunakan untuk mendeteksi kebakaran secara otomatis yaitu sistem pneumatic fire loop yang menempatkan fusible element di tempat-tempat yang strategis.

Suatu fasilitas produksi harus memiliki pelindung kebakaran pasif, yaitu sistem pelindung api yang berperan tidak aktif dalam melindungi pekerja dan aset akibat kerusakan oleh kebakaran. Contoh sistem pelindung kebakaran pasif yang umum digunakan yaitu desain spesifik untuk baja struktural platform, tempat tinggal (living quarter), muster area, bejana bertekanan, dll.

Semua peralatan proses produksi harus didesain, dikerjakan dan dipasang mengikuti standar untuk memastikan pengoperasian, perbaikan atau perawatan, dan inspeksinya berjalan selamat.

Beberapa contoh standar tersebut semisal API 14E untuk aksesoris sumur, sistem pipa, dan manifold; API 12J, API 12K, API 12L untuk bejana bertekanan; ANSI/AWWA D103, API 12B, 12D, 12F, 12P, 12R1 untuk tanki penyimpanan; API 14C untuk Surface Safety Systems; SOLAS Chapt. II-2 untuk keselamatan personal; API 520, 521 untuk sistem pelepasan darurat; API 617, ASME B19.3D-90 untuk kompresor sentrifugal, dst.

Sedang pelindung kebakaran aktif yaitu sistem pelindung api yang dipasang guna mendinginkan, mengendalikan dan/atau mematikan api. Contoh sistem pelindung kebakaran aktif yaitu sistem pemadam yang mempergunakan air, busa, gas, dan bubuk kimia kering.

Sistem penyemprot air statis (sprinkler) dan nozzle monitor statis dapat bermanfaat pada area yang tidak bisa dijangkau dengan selamat mempergunakan aliran selang yang dipegang.

Karena eskalasi kebakaran bisa jadi tidak dapat dikendalikan, maka desain fasilitas produksi yang selamat harus bisa memberikan perlindungan dan jalur untuk menyelamatkan diri bagi pekerja. Penempatan peralatan pemadam api dan penggunaan serta perawatannya sangatlah penting bagi perlindungan pekerja.

Peta jalur menyelamatkan diri dan penempatan peralatan pemadam api harus tersedia di area tertentu platform. Gambar tersebut harus ditempatkan dengan jelas di dekat jalan keluar tiap kabin, tempat makan, area bersantai, dan area kerja yang biasa dihuni pekerja. Station bill atau prosedur tanggap darurat harus dipasang di tempat yang mudah terlihat.

Peralatan menyelamatkan diri ke arah laut bagi pekerja seperti baju pelampung, sekoci (liferaft) atau kapal darurat (lifeboat) harus tersedia dengan baik jika sewaktu-waktu dipergunakan untuk evakuasi meninggalkan platform.

Beberapa standar yang dapat dirujuk misalnya API RP 75 untuk program K3 pada operasi lepas pantai, API RP T-1 untuk pelatihan bagi pekerja yang baru pertama kali ke lepas pantai, dan NFPA National Fire Codes atau Fire Protection Handbook.

Dengan menerapkan kesemua prinsip-prinsip keselamatan dalam mendesain fasilitas operasi migas, diharapkan proses operasional migas yang efisien akan dapat berjalan beriringan dengan keselamatan manusia dan terus mendukung keberlanjutan lingkungan.

 

---000---


Penyusun:

Syamsul Arifin, SKM. MKKK.

Sr Analyst Occupational Safety, Pertamina Hulu Energi

 

Referensi: American Petroleum Institute. 2001. API RP 14J Recommended Practice for Design and Hazards Analysis for Offshore Production Facilities. Washington, USA.


Artikel ini juga dimuat di Majalah re-PORT edisi Agustus 2021

Postingan terkait

24 September 2017

Konsekuensi Orang Gendut di ‘Offshore’

Awal Agustus lalu, salah satu operator raksasa minyak dan gas, Total, di Laut Utara (North Sea) terpaksa harus mengurangi jumlah pekerja di anjungan lepas pantai (offshore platform) Elgin Franklin, setelah inspeksi yang dilakukan oleh otoritas Health and Safety Executive (HSE) menemukan bahwa perahu penyelamat (lifeboat) yang ada di atas anjungan dianggap tidak memadai untuk mengevakuasi seluruh personil jika terjadi keadaan darurat.

Rekomendasi HSE tersebut harus dilakukan karena tidak terpenuhinya persyaratan evakuasi keselamatan lepas pantai.

Panduan HSE No.12 tahun 2008 berjudul “Big Persons in Lifeboats” menyatakan bahwa berat badan pekerja di lepas pantai telah naik secara signifikan dari berat rata-rata 75 Kg yang sebelumnya dipakai pabrikan kelautan untuk mendesain perahu penyelamat, sekoci, dan alat pelontar.

Perahu penyelamat dan sistem evakuasi di laut harus didisain mematuhi kaidah internasional, yang umum dikenal sebagai ‘Safety of Life at Sea’ (SOLAS) atau ‘Keselamatan Jiwa di Laut’.

Sebelum tahun 2000, berat rata-rata yang dipakai sebagai acuan untuk penumpang adalah 75 Kg (saat ini angka yang dipakai SOLAS adalah 82,5 Kg). Berat tersebut memperhitungkan berat penumpang wanita dan anak-anak yang biasanya ada di kapal umum. Namun, di industri migas lepas pantai, tidak ada anak-anak dan hanya ada sedikit wanita, sehingga acuan berat rata-rata yang direkomendasikan oleh Civil Aviation Authority (CAA) dan HSE adalah 98 Kg untuk laki-laki dan 77 Kg untuk wanita.

Disamping itu, regulasi lepas pantai juga menyebutkan bahwa setiap instalasi lepas pantai harus memiliki dua atau lebih perahu penyelamat tertutup yang jika dijumlahkan akan memiliki kapasitas penumpang sebesar 200% dari jumlah pekerja yang ada di atas instalasi.

Panduan ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di lepas pantai untuk meningkatkan sistem evakuasi yang telah ada dan memesan tambahan perahu penyelamat di platform produksi, rig pengeboran, atau kapal suplai, karena perahu penyelamat yang sebelumnya dianggap mampu untuk menampung 90 pekerja, hanya layak untuk menampung 67 pekerja; dan perahu penyelamat beserta sistem pelontar yang didisain untuk 100 pekerja akan mendapatkan beban lebih sebanyak 2300 Kg. Kelebihan berat ini membuat perahu penyelamat melebihi desain kapasitasnya.

Selain di Total, kejadian serupa juga pernah terjadi beberapa tahun lalu.

Husky Energy yang beroperasi di lapangan White Rose, Newfoundland , juga pernah mengurangi pekerja di kapal FPSO (Floating Production Storage and Offloading) Sea Rose yang biasanya 90 pekerja diturunkan menjadi 67 pekerja. Pengurangan kru akibat peraturan ini juga terjadi diatas rig pengeboran Henry Goodrich dan rig pengeboran GSF Grand Banks.

HSE menyarankan bahwa “pengurus atau pengusaha harus mengambil langkah yang memadai untuk menentukan kelayakan ketersediaan perahu penyelamat yang ada di instalasi lepas pantai dengan memperhatikan berat dan ukuran terkini rata-rata pekerjanya.”

Jika disain perahu penyelamat tidak memadai, pengurus atau pengusaha memiliki tiga pilihan, diantaranya:

Pertama, mengganti perahu penyelamat dan sistem pelontar yang ada dengan perahu penyelamat dan pelontar baru yang disainnya mampu menahan tambahan beban sesuai panduan HSE.

Kedua, membatasi jumlah maksimal penumpang yang diperbolehkan mempergunakan perahu penyelamat, sehingga berat total penumpang sesuai dengan kapasitas desain perahu penyelamat yang sudah ada. Juga diperkenankan untuk menghilangkan peralatan tidak penting yang ada dari dalam perahu penyelamat, untuk mengurangi berat perahu. Namun, penghilangan ini harus memiliki alasan penilaian yang memadai, contohnya, mengurangi cadangan air minum dan bahan bakar perahu penyelamat setelah dilakukan analisa skenario kondisi darurat dan lingkungan tempat kejadian.

Ketiga, di beberapa instalasi, mungkin dapat dilakukan revalidasi atau modifikasi perahu penyelamat dan sistem pelontar agar mendapat kapasitas disain lebih tinggi. Jika langkah ini diambil, pelaksanaannya haruslah dilakukan oleh institusi yang kompeten dan dengan merujuk ke perhitungan, disain gambar teknis, inspeksi peralatan, dan pengetesan berdasarkan petunjuk pabrikan (Original Equipment Manufacturer).

Hal yang patut diperhatikan, untuk fasilitas lepas pantai yang tunduk pada peraturan kelautan, setiap perubahan perahu penyelamat, termasuk perubahan perbekalan yang ada di dalam, harus mendapatkan persetujuan dari badan sertifikasi di negara asal kapal.

Jika dalam pelaksanaan salah satu dari ketiga opsi diatas –jika diperlukan- membutuhkan waktu implementasi yang lama. Dapat dilakukan langkah antisipasi sementara berupa pemindahan perahu penyelamat yang biasanya tidak dijadikan pilihan utama ketika kondisi darurat, jika berdasarkan analisa risiko, penggunaannya rendah.



---000---

Referensi:
  • Health and Safety Executive (HSE). Big persons in lifeboats, Offshore Information Sheet No. 12/2008. UK
  • Oil and Gas People. Total Forced to Down Man North Sea Platform After HSE Findings. Diakses 28 September 2016 di: https://www.oilandgaspeople.com 
  • The Telegram. Big workers, small lifeboats. Diakses 28 September 2016 di: http://www.thetelegram.com

Postingan terkait

Kondisi Abnormal pada Proses Produksi Migas

Di dalam proses produksi migas (minyak dan gas), ada beberapa kejadiaan merugikan yang tidak diinginkan yang bisa mengancam keselamatan. Jika tidak ditangani dengan baik, kejadian tersebut bisa mengarah kepada kondisi terburuk yang bisa mengancam keselamatan pekerja, merusak peralatan dan mencemari lingkungan.

Kejadian tidak diinginkan yang merugikan tersebut bisa dikenali dari indikasi variabel proses yang keluar dari rentang operasi normalnya. Berikut akan kita bahas mengenai beberapa jenis kejadian merugikan yang tidak diinginkan tersebut, penyebabnya, efek dan indikasi variabel tidak normal yang bisa menjadi acuan deteksi awal kondisi merugikan tersebut, serta perlindungan utama dan perlindungan sekunder dari kejadian tersebut.

Kelebihan tekanan (over pressure), tekanan dalam sebuah komponen proses yang melebihi batas tekanan kerja maksimal (maximum allowable working pressure).

Penyebabnya bisa berbagai macam, semisal jika arus masuk (inflow) lebih besar daripada arus keluar (outflow), hal ini terjadi jika ada kegagalan alat kontrol aliran di ujung awal sebuah bejana tekan/ vessel (upstream). Atau jika terjadi sumbatan pada outlet, atau jika terjadi kelebihan aliran (overflow) atau gas memasuki saluran cairan (gas blow-by) pada komponen proses sebelumnya. Kelebihan tekanan juga bisa terjadi akibat pemuaian cairan akibat dipanaskan di dalam sebuah komponen, sedangkan inlet dan outletnya ditutup.

Kelebihan tekanan bisa mengakibatkan pecah/robeknya sebuah komponen sehingga hidrokarbon bocornya ke lingkungan. Variabel tidak normal kejadian kelebihan tekanan adalah tekanan yang tinggi (high pressure).

Semua komponen bertekanan (semisal bejana tekan/vessel), harus dilengkapi dengan sensor PSH (Pressure Safety High) yang bisa menutup aliran masuk secara otomatis, sebagai perlindungan utamanya. Jika bejana tersebut dipanaskan, maka PSH tersebut juga harus bisa memutus/mematikan sumber panas jika terjadi tekanan yang tinggi. Untuk bejana dengan tekanan atmosferis, perlindungan utamanya cukup dengan mempergunakan sistem ventilasi. Perlindungan sekunder dari kelebihan tekanan adalah dengan menambahkan PSV (Pressure Safety Valve)

Kurang tekanan (under pressure), jika tekanan di dalam sebuah komponen proses kurang dari desain peralatan yang telah ditentukan.

Kekurangan tekanan bisa terjadi karena ada cairan yang tertarik keluar kembali ke jalan masuk yang mungkin disebabkan oleh adanya kegagalan pada alat kontrol di inlet maupun outlet, sumbatan pada saluran inlet, atau penyusutan cairan saat inlet dan outlet ditutup.

Jika terjadi kekurangan tekanan, maka bisa terjadi pengempisan komponen dan kebocoran. Variabel tidak normal dari kejadian kekurangan tekanan adalah adanya tekanan rendah (low pressure).

Perlindungan utama dari kekurangan tekanan pada komponen dengan desain tekanan atmosferis adalah dengan mempergunakan sistem ventilasi. Sedang perlindungan utama pada komponen bertekanan adalah dengan menyediakan sistem penambahan gas (gas makeup system). Sedang perlindungan sekunder pada komponen atmosferis adalah dengan menambahkan ventilasi cadangan atau PSV (Pressure Safety Valve). Sedang untuk komponen bertekanan (semisal bejana tekan) adalah dengan menyediakan sensor PSL (Pressure Safety Low) yang bisa menutup inflow dan outflow.

Kebocoran (leak), keluarnya cairan (minyak/air/emulsi) dari sebuah komponen proses ke atmosfir atau lingkungan.

Kebocoran bisa diakibatkan oleh kondisi peralatan yang menurun kualitasnya akibat karatan, erosi, kegagalan mekanis, atau kelebihan suhu. Kebocoran bisa juga diakibatkan oleh robeknya sebagian peralatan akibat tekanan berlebih, atau bisa juga diakibatkan oleh kerusakan akibat kecelakaan yang menabrak/mengenai peralatan.

Suatu kebocoran pasti mengakibatkan pelepasan hidrokarbon ke lingkungan. Variabel tidak normal yang bisa mengindikasikan kebocoran adalah ketika ada tekanan rendah (low pressure), arus balik (backflow), dan level rendah (low level) cairan di dalam bejana.

Perlindungan utama dari kebocoran adalah dengan memasang sensor PSL (Pressure Safety Low) untuk menutup inflow dan FSV (Flow Safety Valve) untuk mengurangi terjadinya arus balik. Sedang perlindungan sekunder untuk kebocoran yang terkait dengan gas pada ruangan dengan ventilasi yang minim bisa dicakup dalam Sistem Pendukung Darurat (Emergency Support System) seperti gas detektor.

Cairan ikut mengalir (liquid overflow), jika cairan keluar dari sebuah komponen proses melalui pipa yang digunakan untuk gas.

Hal ini terjadi jika ada kelebihan cairan melebihi kapasitas saluran outlet. Hal ini bisa diakibatkan karena ada kegagalan pada alat pengatur laju aliran di saluran masuk (upstream), kegagalan pada alat pengatur tinggi cairan (liquid level), atau terjadi sumbatan pada outlet cairan.

Cairan ikut mengalir bisa mengakibatkan kelebihan tekanan atau kelebihan cairan pada peralatan proses setelahnya (downstream), atau terjadi pelepasan hidrokarbon. Variabel tidak normal yang bisa digunakan untuk mendeteksi indikasi terjadinya cairan ikut mengalir adalah tingkat cairan yang tinggi (high level).

Sensor LSH (Level Safety High) digunakan sebagai perlindungan utama untuk menutup inflow ke dalam komponen. Sedang perlindungan sekundernya bisa dicakup oleh Sistem Pendukung Darurat, semisal dibuatkan kontainment sekeliling komponen/bejana.

Gas blowby, terjadi jika gas mengalir melalui jalur atau pipa yang dipergunakan untuk cairan.

Gas blowby bisa diakibatkan karena ada kegagalan sistem kontrol tinggi cairan di dalam sebuah bejana, atau terbukanya sistem bypass secara tidak sengaja.

Jika terjadi gas blowby, maka akan dimungkinkan terjadinya kelebihan tekanan pada komponen proses setelahnya (downstream). Variabel proses tidak normal yang mendeteksi kondisi ini adalah rendahnya tingkat cairan (low level).

Sistem perlindungan utama untuk mencegah gas blowby adalah dengan menambahkan sensor LSL (Low Safety Level) yang bisa menutup inflow dan outflow.

Suhu berlebihan (excess temperature) untuk komponen yang mempergunakan api atau dipanaskan, terjadi jika temperatur melampaui desain kerja sebuah komponen proses.

Penyebabnya bisa diakibatkan oleh kelebihan bahan bakar atau input panas karena kegagalan atau ketidakhati-hatian bypass peralatan pengendali bahan bakar, kelebihan bahan bakar yang masuk ke ruang bakar melalui intake udara, atau kebocoran cairan pembakaran ke dalam ruang pemanas; kekurangan volume cairan transfer panas (pada peralatan yang mensirkulasikan panas mempergunakan cairan di dalam pipa/tube); atau kekurangan level cairan (pada peralatan yang mensirkulasikan panas mempergunakan gas yang dibakar di dalam pipa/tube). Suhu berlebih pada cerobong bisa diakibatkan karena ketidak cukupan sirkulasi panas akibat adanya akumulasi benda-benda asing seperti pasir atau kerak air (di dalam boiler).

Akibat dari suhu yang berlebih adalah penurunan tekanan (working pressure) dan bisa mengakibatkan kebocoran atau robeknya komponen yang terpapar dan /atau kelebihan tekanan pada pipa yang mensirkulasi panas tersebut. Suhu tinggi , aliran rendah, dan tingkat cairan yang rendah merupakan kondisi awal yang bisa mendeteksi kejadian ini.

Peralatan pelindung pada kejadian ini adalah sensor TSH (Temperature Safety High). Jika diakibatkan oleh tingkat cairan yang rendah, bisa dipergunakan sensor LSL (Low Safety Level). Jika aktif, kedua sensor ini harus bisa menutup suplai bahan bakar dan cairan yang mudah terbakar. Perlindungan sekundernya dicakup oleh Sistem Pendukung Darurat.

Sumber api langsung (direct ignition source) untuk komponen yang mempergunakan api, adalah paparan pada permukaan, api, atau percikan yang terjadi pada suhu dan panas yang mencukupi sehingga bisa menyebabkan kebakaran.

Hal ini bisa terjadi akibat pelepasan api melalui intake udara karena bahan bakar yang tidak layak (contohnya cairan terbawa/liquid carryover pada gas burner), aliran balik/reverse draft pada burner, atau kelebihan bahan bakar yang memasuki intake udara.

Hasil dari sumber api langsung bisa berupa kebakaran atau ledakan jika mengenai bahan yang mudah terbakar. Suhu tinggi bisa dijadikan gejala deteksi awal kejadian ini.

Perlindungan utama agar tidak terlepasnya api melalui intake udara adalah dengan memasang penangkap api (Flame Aresstor). Perlindungan sekundernya dicakup oleh Sistem Pendukung Darurat.

Kelebihan gas pada ruang pembakaran (excess combustible vapors in the firing chamber) untuk komponen yang mempergunakan api, terjadi jika ada kelebihan gas bakar melebihi kebutuhan normal pada ruang bakar sebuah komponen proses.

Penyebab kejadian ini adalah karena terjadi akumulasi kelebihan gas mudah terbakar pada ruang bakar akibat kegagalan alat pengendali bahan bakar atau suplai udara, atau diakibatkan oleh ketidaklayakan prosedur pengoperasian.

Dampak dari kejadian ini bisa berupa ledakan atau kemungkinan robeknya komponen peralatan.

Perlindungan utama pada kelebihan gas bakar akibat kegagalan peralatan pengendali bahan bakar adalah dengan mempergunakan sensor. Sensor bisa berupa BSL (Burner Safety Low) yang diaktifkan oleh cahaya, seperti ultraviolet detektor, atau bisa juga mempergunakan sensor TSL (Temperatur Safety Low) yang mendeteksi panas.


Sistem Pendukung Darurat (Emergency Support Sytems)

Sistem pendukung darurat yang dipergunakan untuk meminimalisir dampak dari pelepasan hidrokarbon pada platform produksi darat mencakup beberapa hal, diantaranya:
  • Sistem pendeteksi gas yang mudah terbakar, untuk mendeteksi pelepasan hidrokarbon dan mengaktifkan alarm dan mematikan platform sebelum konsentrasi gas mencapai nilai LEL (Lower Explosive Limit)
  • Sistem kontainment berupa bangunan atau semacam bendungan yang dibuat sekeliling komponen/bejana yang berfungsi untuk mengumpulkan kebocoran hidrokarbon atau menampung kebocoran agar tidak menyebar
  • Sistem terpadu kebakaran, untuk mendeteksi panas dari api, bisa berupa TSE (Temperature Safety Element) seperti fusible plug yang terhubung dengan sprinkler , sensor USH atau detektor api, TSH (Temperature Safety High) atau detektor panas, atau sensor YSH atau detektor asap
  • Peralatan deteksi kebakaran lainnya (api, panas, dan asap) yang dipergunakan untuk meningkatkan kapasitas pendeteksian kebakaran
  • Sistem shutdown manual yang dapat dipergunakan oleh pekerja untuk mengamati kondisi tidak normal atau kejadian tidak diinginkan yang berfungsi untuk mematikan proses produksi secara manual.


---000---

Referensi: API (American Petroleum Institute) 14 C, Recommended Practices for Analysis, Design, Installation, and Testing of Basic Surface Safety Systems for Offshore Production Platforms

Postingan terkait

Sistem Keselamatan Instalasi Produksi

Industri minyak dan gas bumi (migas) memiliki daya tarik yang besar, terkait keuntungan yang ada di sana. Namun, berbanding lurus dengan keuntungannya, besarnya investasi dan resiko yang ada menjadi sebuah hal yang sangat perlu mendapat perhatian. Maka dari itu, organisasi-organisasi professional yang telah memiliki pengalaman dan pengetahuan di bidang migas telah menetapkan beberapa persyaratan keselamatan. 

Di dalam dokumen rekomendasi API (American Petroleum Institute) 14 C (Analysis, Design, Instalation and Testing of Basic Surface Safety System for Offshore Production Platform), dijelaskan beberapa hal petunjuk-petunjuk pelaksanaan kerja yang aman untuk instalasi migas di daratan, di antaranya adalah dengan mengenai sistem keselamatan permukaan.

Tujuan dari sebuah sistem keselamatan permukaan instalasi produksi adalah untuk melindungi para pekerja, lingkungan dan fasilitas produksi dari ancaman keselamatan yang diakibatkan oleh proses produksi.

Sedangkan tujuan dari analisa keselamatan adalah untuk mengidentifkasi kejadian yang tidak diinginkan (undesirable event) yang bisa mengancam keselamatan dan menentukan jenis perlindungan yang akan mencegah atau mengurangi efek jika kejadian tidak diinginkan tersebut terjadi.

Kejadian yang Tidak Diinginkan

Kejadian yang tidak diinginkan adalah kejadian yang merugikan pada komponen proses produksi yang bisa mengancam keselamatan. Kejadian tidak diinginkan dalam sebuah komponen proses produksi bisa mengarah kepada kasus yang parah seperti dapat mengakibatkan cedera pada manusia, polusi lingkungan dan kerusakan peralatan.

Kejadian tidak diinginkan bisa diindikasikan oleh satu atau beberapa variabel proses yang keluar dari rentang normal operasi. Kondisi tidak normal ini bisa dideteksi oleh sensor yang bisa memerintahkan peralatan untuk menutup (shut down).

Beberapa kondisi tidak normal atau keluar dari rentang operasinya adalah sebagai berikut:
  1. Kelebihan tekanan (over pressure), tekanan dalam sebuah komponen proses yang melebihi tekanan maksimal (maximum allowable working pressure). 
  2. Kurang tekanan (under pressure), jika tekanan di dalam sebuah komponen proses kurang dari desain peralatan yang telah ditentukan. 
  3. Kebocoran (leak), keluarnya cairan (minyak/air/emulsi) dari sebuah komponen proses ke atmosfir atau lingkungan. 
  4. Cairan ikut mengalir (liquid overflow), jika cairan keluar dari sebuah komponen proses melalui pipa yang digunakan untuk gas. 
  5. Gas blowby, terjadi jika gas mengalir melalui jalur atau pipa yang dipergunakan untuk cairan. 
  6. Suhu berlebihan (excess temperature) untuk komponen yang mempergunakan api atau dipanaskan, terjadi jika temperatur melampaui desain kerja sebuah komponen proses. 
  7. Sumber api langsung (direct ignition source) untuk komponen yang mempergunakan api, adalah paparan pada permukaan, api, atau percikan yang terjadi pada suhu dan panas yang mencukupi sehingga bisa menyebabkan kebakaran. 
  8. Kelebihan gas pada ruang pembakaran (excess combustible vapors in the firing chamber) untuk komponen yang mempergunakan api, terjadi jika ada kelebihan gas bakar melebihi kebutuhan normal pada ruang bakar sebuah komponen proses. 
Safety Flow Chart (Diagram Alir Keselamatan)

Diagram alir keselamatan digunakan untuk menggambarkan kejadian-kejadian tidak diinginkan yang bisa menyebabkan cedera pada pekerja, polusi, atau kerusakan fasilitas. Dengan adanya diagram alir tersebut, kita juga bisa mengetahui alat-alat keselamatan atau prosedur apa saja yang perlu dipersiapkan guna mencegah timbulnya kejadian yang tidak dinginkan.

Tugas utama sistem keselamatan instalasi adalah untuk mencegah pelepasan hidrokarbon dari proses dan meminimalisir efek jika terjadi pelepasan hidrokarbon.

Secara umum, tujuan dari sistem keselamatan instalasi adalah sebagai berikut:
  1. Mencegah kejadian tidak diinginkan yang bisa mengakibatkan pelepasan hidrokarbon 
  2. Menutup keseluruhan proses produksi atau sebagian peralatan proses tertentu guna menghentikan kebocoran atau kelebihan aliran. 
  3. Mengumpulkan dan mengganti cairan hidrokarbon dan mendispersikan gas yang keluar dari proses produksi. 
  4. Mencegah kebakaran dari hidrokarbon yang terlepas. 
  5. Menutup keseluruhan proses produksi jika terjadi kebakaran. 
  6. Mencegah timbulnya kejadian tidak dinginkan terjadi pada peralatan lain akibat terjadi kejadian yang tidak diinginkan pada salah satu peralatan. 
Kecelakaan yang terjadi di luar proses produksi tidak menyebar dengan sendirinya, terkecuali bisa mempengaruhi proses produksi atau menyebabkan kebakaran. Jika kecelakaan di luar proses mempengaruhi proses produksi, sistem keselamatan harus bisa mematikan keseluruhan proses atau bagian proses yang terpengaruh. Jika terjadi kebakaran di dalam instalasi proses produksi, sistem keselamatan harus bisa mematikan seluruh aktivitas instalasi kecuali peralatan yang digunakan untuk memadamkan kebakaran.

Contoh dari kecelakaan yang terjadi di luar proses yaitu: gangguan alam, kecelakaan kapal atau helikopter, kegagalan peralatan atau mesin, atau kesalahan yang diakibatkan oleh pekerja. Jenis-jenis kecelakaan seperti ini bisa diminalisir melalui desain aman sebuah peralatan atau mesin, prosedur kerja baku (Standard Operating Prosedur) untuk pekerja dan peralatan, dan pelatihan bagi para pekerja.

Cara Kerja Sistem Keselamatan Instalasi

Sebuah sistem keselamatan instalasi harus bekerja dengan cara sebagai berikut:
  1. Memantau dan bekerja secara otomatis. Ada sensor yang bisa memantau kondisi tidak normal yang mengindikasikan kejadian tidak diinginkan. 
  2. Bekerja secara otomatis jika diaktifkan manual oleh pekerja yang melakukan pemantauan atau bisa mengaktifkan alarm. 
  3. Terus menerus melakukan perlindungan.
Sistem Emergency Shutdown (ESD) merupakan hal yang penting, dan pekerja juga harus bisa mengaktifkan sistem tersebut secara manual.

Dasar-Dasar Analisa dan Desain

Analisa dan desain dari sebuah sistem keselamatan instalasi haruslah mengikuti beberapa hal dasar berikut:

  1. Fasilitas proses produksi haruslah didisain untuk bekerja dengan aman, mengikuti aturan-aturan teknis yang baik. 
  2. Sistem keselamatan harus terdiri dari perlindungan dua tingkat untuk mencegah jika terjadi kegagalan peralatan keselamatan. Kedua perlindungan tersebut haruslah saling berdiri sendiri dan ditambahkan pada peralatan yang digunakan pada operasi normal. Secara umum, dua tingkat perlindungan tersebut harus berupa alat yang berbeda untuk perlindungan dengan rentang yang lebih luas. Dua peralatan yang sama akan memiliki karakter yang sama dan bisa dipengaruhi oleh penyebab kegagalan yang serupa juga. 
  3. Dua tingkat perlindungan tersebut harus terdiri dari perlindungan utama dan cadangan. Dibutuhkan penilaian ahli untuk dapat menentukan perlindungan utama dan cadangan tersebut. 
  4. Teknis analisa sistem untuk sebuah proses produksi bisa menentukan persyaratan minimal sebuah peralatan proses. 
  5. Semua peralatan proses mulai dari sumur minyak/gas (wellhead) sampai titik discharge akhir, harus masuk kedalam sistem keselamatan. 
  6. Jika seluruh peralatan keselamatan dari tiap bagian proses, dikombinasikan ke dalam fasilitas produksi, maka tidak akan ada ancaman keselamatan baru, untuk itu, semua peralatan proses diintegrasikan secara logis (logical integrated) ke dalam sistem keselamatan, agar seluruh fasilitas terlindungi. 
  7. Prosedur analisa harus bisa menyediakan metode baku untuk membuat sistem keselamatan dan menyediakan dokumentasi pendukung. 
Sistem keselamatan instalasi proses produksi migas daratan merupakan salah satu aspek teknis yang harus diterapkan dengan ketat agar bisa mencegah cedera pada pekerja, polusi pada lingkungan, dan kerusakan pada peralatan, dan tentunya, mengamankan dan memberikan keuntungan produksi pengelolaan migas.



---000---


Simbol Peralatan Keselamatan Para Komponen Proses Produksi




Referensi: API (American Petroleum Institute) 14 C, Recommended Practices for Analysis, Design, Installation, and Testing of Basic Surface Safety Systems for Offshore Production Platforms.

Postingan terkait