Tampilkan postingan dengan label Bullying. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bullying. Tampilkan semua postingan

24 September 2017

Kekerasan Terhadap Lansia

Dalam kehidupan sosial, kita mengenal adanya kelompok rentan, yaitu semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Salah satu contoh kelompok rentan tersebut adalah orang-orang lanjut usia (lansia).

Ternyata, walau sudah memiliki keterbatasan, lansia juga rentan terhadap kekerasan. Menurut statistik, lebih dari dua juta lansia mengalami kekerasan setiap tahunnya.

Kekerasan pada lansia adalah suatu kondisi ketika seorang lansia mengalami kekerasan oleh orang lain; yang seringkali dalam banyak kasus, berasal dari orang-orang yang mereka percayai. Karenanya, mencegah kekerasan pada lansia dan meningkatkan kesadaran akan hal ini, menjadi suatu tugas yang sulit.

Statistik dari Dinas Pelayanan di New Zealand menunjukkan bahwa kebanyakan, orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap lansia, merupakan anggota keluarga atau orang yang berada pada posisi yang mereka percayai, seperti: pasangan hidup, anak, menantu, saudara, cucu, ataupun perawat.

Kekerasan pada lansia bisa dikelompokkan menjadi beberapa tipe:

1. Kekerasan Fisik

Tipe kekerasan ini terjadi ketika lansia mengalami kekerasan fisik dalam bentuk apapun juga, didorong atau terpapar oleh tindakan yang bisa melukai mereka secara fisik.

2. Kekerasan Emosional

Ketika lansia diperlakukan secara memalukan. Contohnya bisa berupa: diancam seperti halnya seorang anak kecil; tidak dianggap di dalam keluarga dan pergaulan; dihiraukan/diabaikan, atau lain-lain, yang kesemua itu bisa mengakibatkan luka secara emosional.

3. Kekerasan Seksual

Jika lansia terkena resiko untuk diperkosa; atau ketika ada tindakan memalukan seperti pemaksaan untuk membuka baju, dll. Penggunaan bahasa yang tidak layak dan sindiran berbau seks. Kesemua perilaku itu bisa dikategorikan ke dalam tindakan kekerasan seksual.

4. Kekerasan Finansial

Hal ini bisa terjadi, ketika seseorang yang bertanggungjawab atas kondisi keuangan seorang lansia, mencuri uangnya; mencegah lansia dari mengambil uangnya, untuk memenuhi keperluan perawatan yang dibutuhkan atau bahkan sekedar memenuhi kebutuhan dasarnya.

5. Kekerasan oleh Perawat Pribadi

Seorang perawat yang salah merawat atau mengancam lansia, merupakan contoh tindakan kekerasan oleh perawat pribadi.

Gejala-Gejala

Kita bisa mengetahui ketika terjadi kekerasan pada lansia, dengan memperhatikan beberapa kondisi berikut:
  • Ketegangan atau argumentasi yang kerap terjadi antara lansia dan perawat
  • Perubahan perilaku atau kepribadian pada lansia
  • Kehilangan berat badan, 
  • Tanda-tanda malnutrisi (kekurangan nutrisi)
  • Dehidrasi
  • Kecemasan
  • Depresi
  • Putus harapan hidup, dan keinginan untuk bunuh diri
  • Tanda-tanda trauma fisik
  • Kondisi tempat tinggal yang tidak bersih
  • Kondisi fisik lansia yang kotor/tidak dimandikan
  • Pengabaian lansia di tempat umum.
Gejala yang lebih spesifik terhadap jenis kekerasan tertentu bisa kita lihat sebagai berikut,

Kekerasan fisik: tanda luka yang tidak jelas, seperti memar, bekas parut; patah tulang, dislokasi, pembengkakan; pecah kaca mata; tanda bekas dicekik; perawat yang tidak mengizinkan anda untuk menengok/mengunjungi lansia.

Kekerasan emosional: perilaku perawat yang suka mengancam, sering menghilang; perilaku lansia yang terlihat “kehilangan kesadaran” seperti berbicara sendiri, bergoyang-goyang, menghisap-hisap sesuatu.

Kekerasan seksual: luka pada payudara atau daerah genital; infeksi genital; perdarahan pada vagina atau anus; menemukan pakaian yang robek atau tidak berpakaian.

Kekerasan finansial: penarikan uang secara signifikan dari rekening lansia; perubahan mendadak pada kondisi keuangan; kehilangan uang atau barang di rumah lansia; tagihan yang belum terbayarkan, kurang perawatan medis, meskipun lansia tersebut memiliki cukup uang; pembelian barang yang tidak perlu.

Pencegahan

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah kekerasan pada lansia. Proses pencegahan/preventif pada tindak kekerasan terhadap lansia bisa mencakup beberapa langkah praktis berikut:
  • Memperlakukan lansia dengan cinta dan rasa hormat
  • Menelpon dan mengunjungi mereka sesering mungkin
  • Memberikan lebih banyak perhatian, meskipun jika mereka memiliki perawat pribadi sendiri
  • Jika mencurigai adanya kekerasan pada lansia, laporkan segera
  • Bersikap lebih sabar terhadap lansia, jangan pernah mengabaikan permasalahan yang mereka hadapi, meskipun untuk urusan persoalan kecil
  • Jangan pernah memperlakukan mereka seakan-akan mereka adalah orang yang tidak penting/berguna di masyarakat/pergaulan
  • Motivasi mereka untuk lebih berpartisipasi dalam aktivitas yang mereka sukai.


---000---

Referensi: www.islamonline.net, dan dari berbagai sumber.

Postingan terkait

Kekerasan di Tempat Kerja

Apakah anda pemarah, pernah memukul, meludahi, mengancam, mengintimidasi, meneriaki, melecehkan (secara seksual maupun suku/asal (rasis)) ataupun mengasingkan bawahan maupun rekan kerja? Jika ya, maka berhati-hatilah, karena anda telah melakukan kekerasan di tempat kerja.

Saat ini, kekerasan di tempat kerja dapat dikategorikan sebagai kejahatan yang membutuhkan perhatian serius bagi para pemberi kerja, pembuat kebijakan/peraturan, dan masyarakat.

Di beberapa media massa sering kita dengar berita mengenai pembunuhan di tempat kerja, namun hal itu merupakan bagian kecil dari kecelakaan akibat kekerasan di tempat kerja. Penyerangan, kekerasan domestik (dalam rumah tangga), ancaman, pelecehan (termasuk pelecehan seksual), dan tekanan fisik maupun emosi, merupakan kekerasan di tempat kerja yang sering tidak dilaporkan kepada perusahaan.

Survei kekerasan nasional, Departemen Keadilan Amerika Serikat menyatakan bahwa terjadi kekerasan di tempat kerja sebanyak 1.7 juta selama tahun 1993-1999, dan 95% diantaranya merupakan kekerasan yang sederhana namun sangat mengganggu.

Survei Uni Eropa terhadap 15,800 pewawancara di 15 negara menunjukan bahwa 4% (6 juta) pekerja mengalami kekerasan fisik, 2% (3 juta) mengalami pelecehan seksual, dan 8% (12 juta) merasa terintimidasi dan dimarahi.

Di Inggris, survei kekerasan yang dilakukan oleh konsorsium pengecer Inggris pada tahun 1995 menemukan bahwa lebih dari 11,000 pekerja merupakan korban dari kekerasan fisik, dan 350,000 pekerja mengalami ancaman dan kekerasan verbal selama tahun 1994-1995.

Kekerasan di tempat kerja sangatlah bervariasi, mulai dari tindakan yang menyinggung atau ucapan yang mengancam sampai pembunuhan. NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health – Lembaga Nasional Kesehatan dan Keselamtan Kerja Amerika Serikat) mendefinisikan kekerasan di tempat kerja sebagai tindak kekerasan (termasuk ancaman dan kekerasan fisik) yang ditujukan kepada seseorang yang sedang bekerja atau sedang bertugas.

Berikut merupakan variasi dari perilaku kekerasan ditempat kerja: pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, membuat luka, serangan fisik, menendang, menggigit, memukul, meludahi, mencakar, meremas, mencubit, pelecehan (termasuk seksual dan merendahkan asal/suku), pemarah, intimidasi, ancaman, pengasingan dari pergaulan, meninggalkan pesan yang menyinggung, postur yang mengancam, gerakan yang kasar, mengganggu dengan alat kerja, sikap yang bermusuhan, sumpah serapah, teriakan, memanggil dengan sebutan nama yang buruk, sindiran, dan mendiamkan dengan sengaja.

Kekerasan di tempat kerja dapat digolongkan menjadi beberapa kategori:

Tipe 1, kekerasan yang dilakukan oleh penjahat yang tidak memiliki hubungan dengan tempat kerja, yang bertujuan untuk melakukan perampokan ataupun kejahatan lainnya.

Tipe 2, kekerasan pada pekerja oleh pelanggan, klien, pasien, murid, ataupun oleh orang yang diberikan jasanya oleh perusahaan.

Tipe 3, kekerasan yang dilakukan oleh sesama pekerja, supervisor, atau manajer yang masih bekerja ataupun mantan pekerja.

Tipe 4, kekerasan yang dilakukan di tempat kerja oleh orang yang tidak bekerja di sana, namun mempunyai hubungan dengan pemberi kerja, seperti kerabat dan teman yang suka menyiksa.

Pencegahan dari bahaya ini memerlukan 2 tingkatan. Tingkat pertama, bertujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan atau setidaknya mengurangi. Tingkat kedua, jika tindak kekerasan sudah terjadi, yaitu dukungan yang dibutuhkan oleh orang yang mengalami kekerasan, dukungan ini untuk meminimalisir efek yang berbahaya dan mencegah timbulnya rasa bersalah dari si korban setelah kejadian sehingga dapat mencegahnya membuat laporan/keluhan.

Komponen dari program pencegahan kekerasan di tempat kerja bisa mencakup hal-hal berikut:

· Pernyataan kebijakan perusahaan mengenai kekerasan dan ancaman, seperti peraturan mengenai penggunaan obat-obatan, alkohol, dan segala bentuk penghinaan.

Tindakan pencegahan juga dapat dilakukan saat melakukan rekruitmen, dengan mengidentifikasi dan menyaring orang-orang yang berpotensi melakukan tindak kekerasan.

Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan membuat peraturan yang melarang penggunaan Napza/obat-obatan terlarang dan alkohol selama berada di tempat kerja.

· Survei keamanan dan jajak pendapat

Identifikasi semua situasi/kondisi yang bermasalah dan faktor resiko para pekerja dapat dilakukan untuk mengantisipasi kekerasan di tempat kerja yang mungkin muncul.

Survei keamanan di tempat kerja dan penempatan supervisor keamanan yang dapat mengendalikan keadaan konfrontatif agar tidak berkembang menjadi kekerasan juga dapat dilakukan.

· Prosedur penanganan terhadap ancaman dan tindakan yang mengancam.

Dalam banyak kesempatan, tindak kekerasan sering didahului dengan adanya ancaman. Ancaman bisa dilakukan secara terbuka/langsung atau tersembunyi/tidak langsung, dikatakan/verbal atau tidak dikatakan/non verbal (tindakan), jelas maupun samar.

Dalam bentuk lain, bisa dilakukan pengamatan perilaku yang bisa mengarah kepada tindak kekerasan. Hal ini bisa dilakukan oleh rekan kerja tanpa memberitahu subjek yang diamatinya.

Menangani ancaman atau perilaku yang mengancam - mendeteksi, mengevaluasi, dan mencari cara untuk menanganinya - bisa jadi merupakan satu-satunya kunci terpenting dalam mencegah kekerasan.

· Penunjukan dan pelatihan tim respon

Program pencegahan kekerasan di tempat kerja harus menugaskan personil yang secara spesifik bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan anti kekerasan perusahaan, mencakup juga evaluasi ancaman dan manajemen krisis. Tim ini harus mempunyai kewenangan, mendapatkan pelatihan, dan dukungan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mereka.

· Akses terhadap sumber di luar perusahaan, seperti para professional di bidang penilaian ancaman/kekerasan

· Pelatihan manajemen dan pekerja

Pelatihan harus bisa mencakup seluruh pekerja baru maupun yang lama, supervisor, dan manajer; dilakukan secara teratur/terjadwal; dan menjabarkan mengenai topik-topik berikut:
  • Kebijakan perusahaan mengenai pencegahan kekerasan di tempat kerja
  • Faktor resiko yang bisa menyebabkan peningkatan ancaman ataupun kekerasan
  • Peringatan dini mengenai tanda-tanda masalah perilaku
  • Cara-cara mencegah atau mencairkan situasi yang tegang atau perilaku yang mengancam
  • Informasi mengenai perbedaan kebudayaan untuk lebih sensitif terhadap perbedaan rasial
  • Rencana aksi standar untuk situasi yang penuh kekerasan, termasuk ketersediaan bantuan, respon terhadap sistem alarm, dan prosedur komunikasi
  • Lokasi dan sistem operasi peralatan keselamatan seperti sistem alarm, juga mengenai jadwal perawatannya dan prosedur pengoperasiannya
  • Cara untuk melindungi diri sendiri dan rekan kerja, termasuk penggunaan sistem berpasang-pasangan (Buddy system)
  • Kebijakan dan prosedur pelaporan dan pencatatan
  • Kebijakan dan prosedur perawatan medis, konsultasi, dan kompensasi atau bantuan hukum setelah kecelakaan akibat kekerasan.
· Pengukuran respon krisis
  • Penerapan sistem pelaporan yang seragam terhadap bentuk penghinaan, kemarahan, ancaman dan perilaku yang tidak pantas, serta tinjauan ulang terhadap laporan tersebut
  • Pengukuran frekuensi dan tingkat keparahan kekerasan di tempat kerja agar dapat diketahui apakah program pencegahan kekerasan ini menghasilkan efek
  • Analisa trend/kecenderungan dan rata-rata angka kecelakaan akibat kekerasan, jam kerja yang hilang, dll
  • Survei terhadap pekerja sebelum dan sesudah bekerja atau pergantian shift; atau mengaplikasikan pengukuran keamanan atau sistem baru untuk menentukan efektifitas program
  • Mengikuti strategi-strategi terbaru dalam menangani kekerasan di tempat kerja.
· Penerapan standar perilaku yang konsisten, termasuk prosedur kedisiplinan yang efektif.

Pendisiplinan karyawan akibat bertindak kasar, mengancam atau tindak kekerasan memiliki 2 tujuan. Untuk orang yang melakukan tindak kekerasan, tindakan pendisiplinan bertujuan untuk mengganjar tindakannya dan mencegahnya supaya tidak berulang. Bagi para pekerja yang lain, hal itu bisa menandakan ketegasan komitmen perusahaan akan penyediaan tempat kerja yang bebas dari ancaman dan kekerasan, serta meningkatkan keyakinan karyawan bahwa keselamatan mereka memang dilindungi dengan tegas namun adil.

Untuk mencapai tujuan ini, hukuman dan tindakan pendisiplinan harus – dan harus bisa dilihat – proporsional, konsisten, beralasan, dan adil. Tindakan pendisiplinan yang sewenang-wenang, sikap pilih kasih, dan tidak menghargai hak dan kehormatan karyawan hanya akan mengakhiri dan merusak dukungan terhadap program pencegahan kekerasan. Ketidaksukaan atas tindakan yang tidak adil hanya akan meningkatkan atau bahkan meyebabkan perilaku yang bermasalah.



---000---

Referensi:
  • Critical Incident Response Group; Workplace Violence; National Center for the Analysis of Violent Crime FBI Academy, Quantico, Virginia
  • Chappell, Duncan and Vittorio Di Martino; Violence at Work; Asian-Pacific Newsletter on Occupational Health and Safety, volume 6, number1, April 1999
  • National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH); Violence, Occupational Hazards in Hospital
  • Health and Safety Executive; Violence at work, A guide for employers
  • European Agency for Safety and Health at Work; Facts, Violence at work

Postingan terkait