21 April dijadikan sebagai Hari
Kartini berdasarkan surat Keputusan Presiden nomor 108 yang diterbitkan pada
1964. Hari itu, adalah hari dimana Kartini lahir, tepatnya 21 April 1879.
Raden Adjeng Kartini terkenal dengan
buku berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Isi buku tersebut adalah
kompilasi lebih dari 100 surat-surat beliau kepada sahabat penanya, diantaranya
Estella H Zeehandelaar, Nyonya Ovink-Soer, Nyonya RM Abendanon-Mandri, Tuan
Prof Dr GK Anton dan Nyonya, Hilda G de Booij, dan Nyonya van Kol.
Sebetulnya, buku Habis Gelap Terbitlah Terang adalah buku versi
terjemahan Armijn Pane (terbit 1938) dari buku kompilasi surat-surat Kartini Kartini
yang dikumpulkan oleh J.H. Abendanon (Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan
Hindia Belanda, terbit 1911) dalam bahasa Belanda berjudul “Door Duistemis Tot
Licht”.
Dari surat-suratnya, kita lihat sosok Kartini
sebagai sosok yang memiliki pemikiran yang dalam dan peka terhadap apa yang
terjadi di lingkungannya.
Untuk memperingati hari Kartini.
Izinkan penulis membuat surat fiksi, jika saja Raden Adjeng Kartini masih hidup
di masa sekarang, melihat kondisi yang ada dewasa ini, dan membuat korespondensi
kepada sahabatnya.
---
Dear Stella,
Sekarang sudah tahun 2017, senang
rasanya bisa melewati 71 tahun kemerdekaan di negeri kami. Banyak hal yang
sudah berubah di negeri ini. Banyak kemajuan telah kami capai, namun tidak
sedikit juga catatan hal-hal buruk perlu kami perbaiki.
Aku tidak perlu lagi bercerita
kepadamu tentang persamaan gender antara wanita dan pria di Indonesia, karena
saat ini sudah sangat jauh lebih baik dari waktu-waktu dulu aku surati kamu.
Pendidikan sudah menjadi hak seluruh warga negara, tanpa memandang jenis
kelaminnya. Pria maupun wanita, asalkan mereka mampu berprestasi dan unjuk
kemampuan, bisa mencapai posisi puncak, baik di tempat kerja profesional,
sosial-kemasyarakatan, maupun bidang politik.
Tapi, akan selalu ada sisi pojok gelap
walau di ruangan yang terang sekalipun.
Maaf jika aku terkesan seperti
mencurahkan isi hatiku kepadamu, tapi aku sedih. Melihat bentuk penjajahan yang
kita, kaum wanita, alami di era yang kata modern ini.
Stella sahabatku,
Seperti kata sebuah lagu, “wanita dijajah pria sejak dulu..,” bukan
berarti semua pria buruk, tapi boleh jadi, memang kita, kaum wanita, yang mau
memposisikan diri sebagai insan yang kalah, terjajah.
Melihat iklan-iklan di koran, majalah,
televisi, maupun media internet, miris rasanya melihat seorang perempuan yang
seolah-olah tidak nyambung dengan produk yang ditawarkan, malah terkesan iklan
tersebut sedang menawarkan sang model wanitanya! Menyebalkan!
Kita, kaum wanita, hanya menjadi
obyek, diperlakukan seolah-olah barang dagangan, pemanis saja, boro-boro peran
intelek yang dimainkan, tidak lebih dari sekedar peran sensual murahan.
Entah para wanita itu melakukannya
karena desakan ekonomi –hanya itu pekerjaan satu-satunya yang bisa mereka
lakukan, atau memang mereka menyukai menjadi obyek pusat perhatian –dipandangi
penuh gairah, atau aku berpikir bahwa pikiran mereka telah kalah terjajah.
Bahwa di dalam benak mereka, citra wanita yang dianggap menarik adalah yang
pakainnya ketat, sehingga mereka perlu menurunkan beberapa angka ukuran
baju-bajunya –sehingga lebih memperlihatkan lekuk tubuh, menaikkan rok menjadi
lebih tinggi, dan tidak jarang memperlihatkan bagian-bagian yang tidak
seharusnya terlihat menurut adat ketimuran.
Saat ini kita telah kembali terjajah,
kita para wanita belum merdeka sepenuhnya. Pikiran kita terjajah oleh
opini-opini menyesatkan mengenai bagaimana kita seharusnya berpakaian,
bertingkah laku, dan berperan di masyarakat.
Seharusnya kita sadar, bahwa semua
orang –termasuk kaum kita, bisa sukses
dan terkenal bukan karena kemolekan tubuh, tapi karena potensi yang kita
miliki, karena peran serta yang telah kita sumbangkan, karena kerja keras dan
semangat yang kita bagi.
Semoga para wanita itu sadar, bahwa
sebenarnya mereka sedang dijajah, tubuh mereka telah “diperjual-belikan”,
dihargai dengan nilai yang tak seberapa.
Tapi toh hal itu tidak berlaku umum, masih banyak juga
perempuan-perempuan Indonesia yang berprestasi. Prestasi tertinggi di
sekolahan-sekolahan umumnya dipegang oleh perempuan, wanita pintar. Tidak
sedikit juga bisniswoman yang sukses
menjalani usahanya, sebutlah Dewi Motik dan Martha Tilaar dengan perusahaan
beromset besarnya. Jabatan prestisius juga dipegang oleh wanita, semisal Bupati
Kutai Kartanegara Rita Widyasari, Walikota Surabaya Tri Risma Harini, Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Bahkan Megawati, pernah menduduki Istana Negara sebagai Presiden Republik
Indonesia.
Stella kawanku,
Semoga semua wanita menyadari peran
utamanya, sebagai pendidik utama di rumah bagi anak-anak, dan peluang
beraktualisasi diri yang sejati di ruang publik, bukan sebagai pemanis
dekoratif, tapi sebagai pemain utama penggerak pembangunan bangsa.
Balikpapan, April 2017,
Sahabatmu, Kartini (fiksi).
---000---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar