02 April 2020

COVID-19 dalam Sikap Ekstrim

Menyikapi COVID-19, secara umum, jika kita tarik garis lurus, maka ada satu pandangan yang berada di sisi ujung dan satu lagi di ujung berlawanan.

Kematian itu sudah digariskan. Biarlah hidup dinikmati/dijalani seperti biasa saja.

Ada golongan yang seakan-akan pasrah, kalau semua itu sudah ada takdirnya. Kalau memang sudah saatnya mati, ya pasti akan mati, begitu pula sebaliknya. Kalau belum waktunya mati, ya tidak akan mati meski kena virus.

Dalam Islam, kesalahan pemahaman seperti ini masuk aliran jabariyah -yang ditentang ulama ahlu sunnah.

Agak serupa dengan itu, ada YOLO -You Only Live Once. Nikmati aja hidup loe.

Pendapat itu tidak mutlak milik orang religius (yang salah pemahamannya), para pemuda yang hidupnya tidak mau dikekang/dilarang-larang, mau have fun go mad, menikmati kesempatan masa muda, masa libur, spring break -kalau di Amerika, memilih sikap seperti itu.

Kalau memang akan mati, ya sebelumnya dinikmati. Jangan terkukung, toh kalau takdirnya mati, akan mati juga -begitu juga sebaliknya.

Di ujung yang berseberangan. Ada pandangan yang menafikan peran Tuhan. Semua hal terjadi karena kehendak manusia. Kita ini free will agent. Manusia berperan 100% dalam kehidupannya, tanpa campur tangan siapapun/apapun.

Segala apa yang terjadi dalam hidup kita adalah karena hasil usaha kita semata.

Dalam Islam, pandangan demikian masuk ke dalam aliran qadariyah -yang juga dianggap menyimpang/tidak sesuai sunnah.

Karena dalam konteks agama (Islam) takdir/qada dan qadar itu memang ada. Segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita ini, sudah ada garis ketentuannya.

Lantas, bagaimana mencari titik tengah dari kedua sikap ekstrim tersebut?

Sederhana, perhatikan saja bagaimana para Sahabat Nabi terakhir, Muhammad SAW dalam menyikapi hal ini.

Ketika Umar bin Khattab RA pergi ke Syam. Baru sampai di Saragh, akan masuk Syam, dikabarkan di sana ada wabah. Umar bermusyawarah dengan para sahabat. Dari mulai sahabat Muhajirin, sebagian mengatakan (untuk tetap) masuk, sedangkan sebagian mengatakan jangan. (Sahabat) Anshar demikian juga.

Kemudian Umar bermusyawarah kepada orang-orang tua dari kalangan Muhajirin. Menurut yang tua, jangan masuk. Umar setuju dengan pendapat yang tua-tua untuk tidak masuk.

Waktu itu ada Abu Ubaidah bin Jarrah, “Kenapa Umar, kok kamu lari dari qadar Allah?” Kata Umar, “Kita lari dari qadar Allah menuju qadar Allah.”

Tiba-tiba Abdurrahman bin ‘Auf datang dan berkata, “Aku ada ilmu tentang itu.” Maka disampaikan oleh Abdurrahman bin ‘Auf, Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

“Apabila kalian mendengar ada wabah di suatu negeri, jangan kalian datang ke tempat itu, jangan masuk. Apabila terjadi di suatu negeri yang yang kalian ada padanya, jalan kalian keluar untuk lari di negeri itu.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Setelah mendengar penjelasan ‘Abdurrahman bin ‘Auf, maka Umar memuji Allah, sesuai dengan nasihat orang-orang tua dari Muhajirin. Akhirnya Umar kembali ke Madinah. Hadits ini disepakati oleh Bukhari dan Muslim.

Dari penggalan sejarah tersebut, kita bisa mengambil beberapa pelajaran.

1. Berdiskusilah/tanyakan pada orang yang ahli/memiliki ilmu di bidangnya. Dalam hal COVID-19, para dokter, ahli kesehatan masyarakat, spesialis, epidemiologis, peneliti, yang kompeten. Jangan percaya hoax, berita/info yang tak jelas referensinya.

2. Lakukanlah ikhtiar/usaha yang terbaik untuk mencari hasil yang terbaik pula. Berlaku/ada sunatullah/hukum Allah (kausalitas, sebab-akibat) di dunia.

3. Jangan bersandar/menjadikan takdir sebagai "kambing hitam" atas kebodohan, ketidakpedulian, keegoisan (semaunya sendiri), kemalasan, dan hawa nafsumu untuk mencari jalan mudah-menyenangkan saja.

4. Setelah usaha maksimal dilakukan, barulah bertawakal, pasrahkan diri, lanjutkan berzikir/mengingat Alllah, banyak bersyukur kepada-Nya.

Inilah jalan tengah, pandangan yang seimbang, dan insya Allah jalan yang selamat, dunia-akhirat.

Lets fight COVID-19, #stayathome #tetapdirumah #socialdistancing #jagajarak #hindarisalaman #etikabatuk #cucitangan #flatteningthecurve

Semoga wabah, cepat berlalu *amin.



---000---

Depok, 1 April 2020
Syamsul Arifin, SKM, MKKK. Grad IOSH.

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar