24 September 2017

Kekerasan di Tempat Kerja

Apakah anda pemarah, pernah memukul, meludahi, mengancam, mengintimidasi, meneriaki, melecehkan (secara seksual maupun suku/asal (rasis)) ataupun mengasingkan bawahan maupun rekan kerja? Jika ya, maka berhati-hatilah, karena anda telah melakukan kekerasan di tempat kerja.

Saat ini, kekerasan di tempat kerja dapat dikategorikan sebagai kejahatan yang membutuhkan perhatian serius bagi para pemberi kerja, pembuat kebijakan/peraturan, dan masyarakat.

Di beberapa media massa sering kita dengar berita mengenai pembunuhan di tempat kerja, namun hal itu merupakan bagian kecil dari kecelakaan akibat kekerasan di tempat kerja. Penyerangan, kekerasan domestik (dalam rumah tangga), ancaman, pelecehan (termasuk pelecehan seksual), dan tekanan fisik maupun emosi, merupakan kekerasan di tempat kerja yang sering tidak dilaporkan kepada perusahaan.

Survei kekerasan nasional, Departemen Keadilan Amerika Serikat menyatakan bahwa terjadi kekerasan di tempat kerja sebanyak 1.7 juta selama tahun 1993-1999, dan 95% diantaranya merupakan kekerasan yang sederhana namun sangat mengganggu.

Survei Uni Eropa terhadap 15,800 pewawancara di 15 negara menunjukan bahwa 4% (6 juta) pekerja mengalami kekerasan fisik, 2% (3 juta) mengalami pelecehan seksual, dan 8% (12 juta) merasa terintimidasi dan dimarahi.

Di Inggris, survei kekerasan yang dilakukan oleh konsorsium pengecer Inggris pada tahun 1995 menemukan bahwa lebih dari 11,000 pekerja merupakan korban dari kekerasan fisik, dan 350,000 pekerja mengalami ancaman dan kekerasan verbal selama tahun 1994-1995.

Kekerasan di tempat kerja sangatlah bervariasi, mulai dari tindakan yang menyinggung atau ucapan yang mengancam sampai pembunuhan. NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health – Lembaga Nasional Kesehatan dan Keselamtan Kerja Amerika Serikat) mendefinisikan kekerasan di tempat kerja sebagai tindak kekerasan (termasuk ancaman dan kekerasan fisik) yang ditujukan kepada seseorang yang sedang bekerja atau sedang bertugas.

Berikut merupakan variasi dari perilaku kekerasan ditempat kerja: pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, membuat luka, serangan fisik, menendang, menggigit, memukul, meludahi, mencakar, meremas, mencubit, pelecehan (termasuk seksual dan merendahkan asal/suku), pemarah, intimidasi, ancaman, pengasingan dari pergaulan, meninggalkan pesan yang menyinggung, postur yang mengancam, gerakan yang kasar, mengganggu dengan alat kerja, sikap yang bermusuhan, sumpah serapah, teriakan, memanggil dengan sebutan nama yang buruk, sindiran, dan mendiamkan dengan sengaja.

Kekerasan di tempat kerja dapat digolongkan menjadi beberapa kategori:

Tipe 1, kekerasan yang dilakukan oleh penjahat yang tidak memiliki hubungan dengan tempat kerja, yang bertujuan untuk melakukan perampokan ataupun kejahatan lainnya.

Tipe 2, kekerasan pada pekerja oleh pelanggan, klien, pasien, murid, ataupun oleh orang yang diberikan jasanya oleh perusahaan.

Tipe 3, kekerasan yang dilakukan oleh sesama pekerja, supervisor, atau manajer yang masih bekerja ataupun mantan pekerja.

Tipe 4, kekerasan yang dilakukan di tempat kerja oleh orang yang tidak bekerja di sana, namun mempunyai hubungan dengan pemberi kerja, seperti kerabat dan teman yang suka menyiksa.

Pencegahan dari bahaya ini memerlukan 2 tingkatan. Tingkat pertama, bertujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan atau setidaknya mengurangi. Tingkat kedua, jika tindak kekerasan sudah terjadi, yaitu dukungan yang dibutuhkan oleh orang yang mengalami kekerasan, dukungan ini untuk meminimalisir efek yang berbahaya dan mencegah timbulnya rasa bersalah dari si korban setelah kejadian sehingga dapat mencegahnya membuat laporan/keluhan.

Komponen dari program pencegahan kekerasan di tempat kerja bisa mencakup hal-hal berikut:

· Pernyataan kebijakan perusahaan mengenai kekerasan dan ancaman, seperti peraturan mengenai penggunaan obat-obatan, alkohol, dan segala bentuk penghinaan.

Tindakan pencegahan juga dapat dilakukan saat melakukan rekruitmen, dengan mengidentifikasi dan menyaring orang-orang yang berpotensi melakukan tindak kekerasan.

Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan membuat peraturan yang melarang penggunaan Napza/obat-obatan terlarang dan alkohol selama berada di tempat kerja.

· Survei keamanan dan jajak pendapat

Identifikasi semua situasi/kondisi yang bermasalah dan faktor resiko para pekerja dapat dilakukan untuk mengantisipasi kekerasan di tempat kerja yang mungkin muncul.

Survei keamanan di tempat kerja dan penempatan supervisor keamanan yang dapat mengendalikan keadaan konfrontatif agar tidak berkembang menjadi kekerasan juga dapat dilakukan.

· Prosedur penanganan terhadap ancaman dan tindakan yang mengancam.

Dalam banyak kesempatan, tindak kekerasan sering didahului dengan adanya ancaman. Ancaman bisa dilakukan secara terbuka/langsung atau tersembunyi/tidak langsung, dikatakan/verbal atau tidak dikatakan/non verbal (tindakan), jelas maupun samar.

Dalam bentuk lain, bisa dilakukan pengamatan perilaku yang bisa mengarah kepada tindak kekerasan. Hal ini bisa dilakukan oleh rekan kerja tanpa memberitahu subjek yang diamatinya.

Menangani ancaman atau perilaku yang mengancam - mendeteksi, mengevaluasi, dan mencari cara untuk menanganinya - bisa jadi merupakan satu-satunya kunci terpenting dalam mencegah kekerasan.

· Penunjukan dan pelatihan tim respon

Program pencegahan kekerasan di tempat kerja harus menugaskan personil yang secara spesifik bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan anti kekerasan perusahaan, mencakup juga evaluasi ancaman dan manajemen krisis. Tim ini harus mempunyai kewenangan, mendapatkan pelatihan, dan dukungan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mereka.

· Akses terhadap sumber di luar perusahaan, seperti para professional di bidang penilaian ancaman/kekerasan

· Pelatihan manajemen dan pekerja

Pelatihan harus bisa mencakup seluruh pekerja baru maupun yang lama, supervisor, dan manajer; dilakukan secara teratur/terjadwal; dan menjabarkan mengenai topik-topik berikut:
  • Kebijakan perusahaan mengenai pencegahan kekerasan di tempat kerja
  • Faktor resiko yang bisa menyebabkan peningkatan ancaman ataupun kekerasan
  • Peringatan dini mengenai tanda-tanda masalah perilaku
  • Cara-cara mencegah atau mencairkan situasi yang tegang atau perilaku yang mengancam
  • Informasi mengenai perbedaan kebudayaan untuk lebih sensitif terhadap perbedaan rasial
  • Rencana aksi standar untuk situasi yang penuh kekerasan, termasuk ketersediaan bantuan, respon terhadap sistem alarm, dan prosedur komunikasi
  • Lokasi dan sistem operasi peralatan keselamatan seperti sistem alarm, juga mengenai jadwal perawatannya dan prosedur pengoperasiannya
  • Cara untuk melindungi diri sendiri dan rekan kerja, termasuk penggunaan sistem berpasang-pasangan (Buddy system)
  • Kebijakan dan prosedur pelaporan dan pencatatan
  • Kebijakan dan prosedur perawatan medis, konsultasi, dan kompensasi atau bantuan hukum setelah kecelakaan akibat kekerasan.
· Pengukuran respon krisis
  • Penerapan sistem pelaporan yang seragam terhadap bentuk penghinaan, kemarahan, ancaman dan perilaku yang tidak pantas, serta tinjauan ulang terhadap laporan tersebut
  • Pengukuran frekuensi dan tingkat keparahan kekerasan di tempat kerja agar dapat diketahui apakah program pencegahan kekerasan ini menghasilkan efek
  • Analisa trend/kecenderungan dan rata-rata angka kecelakaan akibat kekerasan, jam kerja yang hilang, dll
  • Survei terhadap pekerja sebelum dan sesudah bekerja atau pergantian shift; atau mengaplikasikan pengukuran keamanan atau sistem baru untuk menentukan efektifitas program
  • Mengikuti strategi-strategi terbaru dalam menangani kekerasan di tempat kerja.
· Penerapan standar perilaku yang konsisten, termasuk prosedur kedisiplinan yang efektif.

Pendisiplinan karyawan akibat bertindak kasar, mengancam atau tindak kekerasan memiliki 2 tujuan. Untuk orang yang melakukan tindak kekerasan, tindakan pendisiplinan bertujuan untuk mengganjar tindakannya dan mencegahnya supaya tidak berulang. Bagi para pekerja yang lain, hal itu bisa menandakan ketegasan komitmen perusahaan akan penyediaan tempat kerja yang bebas dari ancaman dan kekerasan, serta meningkatkan keyakinan karyawan bahwa keselamatan mereka memang dilindungi dengan tegas namun adil.

Untuk mencapai tujuan ini, hukuman dan tindakan pendisiplinan harus – dan harus bisa dilihat – proporsional, konsisten, beralasan, dan adil. Tindakan pendisiplinan yang sewenang-wenang, sikap pilih kasih, dan tidak menghargai hak dan kehormatan karyawan hanya akan mengakhiri dan merusak dukungan terhadap program pencegahan kekerasan. Ketidaksukaan atas tindakan yang tidak adil hanya akan meningkatkan atau bahkan meyebabkan perilaku yang bermasalah.



---000---

Referensi:
  • Critical Incident Response Group; Workplace Violence; National Center for the Analysis of Violent Crime FBI Academy, Quantico, Virginia
  • Chappell, Duncan and Vittorio Di Martino; Violence at Work; Asian-Pacific Newsletter on Occupational Health and Safety, volume 6, number1, April 1999
  • National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH); Violence, Occupational Hazards in Hospital
  • Health and Safety Executive; Violence at work, A guide for employers
  • European Agency for Safety and Health at Work; Facts, Violence at work

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar