09 Juli 2018

Pelanggaran K3, Apa dan Bagaimana Mitigasinya


Dalam dunia K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja), pelanggaran secara sederhana dapat diartikan sebagai tindakan sengaja yang tidak mengikuti suatu peraturan/prosedur.

Biasanya, pelanggar mengetahui peraturan/prosedur yang tidak ia patuhi. Hal tersebut dilakukan untuk menghemat waktu dan tenaga ketika bekerja guna memenuhi atau mencapai target pekerjaan. “Memotong kompas” orang biasa mengistilahkannya.

Dalam menyikapi pelanggaran, kita harus berhati-hati. Jangan gegabah, terlalu mudah menggeneralisir dan memberikan sanksi hukuman.

Sebab ternyata, jika mau didetailkan, pelanggaran menurut HSE UK (Health Safety Executive Inggris) bisa dibagi menjadi tiga tipe: rutin, situasional, dan exceptional (istimewa atau pengecualian).

Pelanggaran rutin terjadi ketika ketidakpatuhan terhadap suatu peraturan/prosedur menjadi suatu hal yang umum, diketahui dan dipahami bersama bahwa peraturan yang ada sebetulnya tidak bisa diterapkan. Ciri pelanggaran ini dapat dikenali dengan tidak adanya penegakan kedisiplinan yang berarti terhadap pelanggar; dan bisanya hal ini dilakukan oleh sebagian besar pekerja.

Contoh pelanggaran rutin misalnya penandatanganan atau pemberian izin PTW (Permit To Work) tanpa melakukan pemeriksaan lapangan sebelumnya oleh pihak yang berwenang mengautorisasi pekerjaan (Permit Approval); penggunaan tangga darurat untuk berpindah antar lantai; dan pengendara sepeda motor yang mengebut melebihi batas kecepatan jalan.

Pelanggaran situasional, sesuai namanya, terjadi untuk mengakomodir faktor situasi atau kondisi pekerjaan, misalnya tekanan waktu yang mendesak/mepet, keterbatasan desain tempat kerja, tidak sesuai atau tidak memadainya peralatan bekerja, dan cuaca.

Ketika dihadapkan dengan situasi kerja yang tidak terduga, pekerja bisa saja meyakini bahwa peraturan yang umum tidaklah selamat untuk diterapkan, atau jika peraturan diterapkan maka pekerjaan tidak akan dapat diselesaikan, karenanya pekerja melanggar peraturan tersebut.

Biasanya, pelanggaran situasional hanya sekali. Namun, jika kondisi yang memicu pelanggaran situasional tidak segera diperbaiki, maka lambat laun, pelanggaran ini akan menjadi pelanggaran rutin.

Contoh pelanggaran situasional misalnya pengemudi truk barang paket yang harus mengebut atau melanggar batas kecepatan agar bisa menyelesaikan daftar barang yang harus diantaranya di hari itu.

Pelanggaran exceptional (istimewa atau pengecualian) biasanya jarang terjadi, dan hanya terjadi pada kondisi tidak wajar (abnormal) dan kondisi darurat. Pekerja berusaha menyelesaikan masalah yang ada di tempat kerja dengan memperhitungkan tingkat risiko ketika melanggar peraturan.

Contoh pelanggaran exceptional misalnya menunda aktifasi ESD (Emergeny Shut Down) ketika kondisi darurat untuk mencegah kehilangan produksi; dan mengebut untuk menghadiri rapat setelah mengalami pecah ban.

Untuk mencegah pelanggaran, ada dua pendekatan yang dapat digunakan: pendekatan individual dan organisasi.

Pendekatan individual fokus pada personil yang melanggar peraturan, dan biasanya mempergunakan program keselamatan berbasis perilaku (behavior based safety) dan/atau program pengawasan oleh pimpinan kerja.

Menurut Cooper, komponen ideal program keselamatan berbasis perilaku adalah: identifikasi perilaku berisiko, pengembangan daftar observasi yang sesuai, melatih semua pekerja, melakukan observasi, dan menyediakan umpan balik hasil program.

Pendekatan organisasi lebih menfokuskan pada faktor kondisi dan organisasi yang berkontribusi pada kejadian pelanggaran. Dengan menghilangkan faktor pemicu eksternal dan mengoptimalkan organisasi dan kondisi teknis, tingkat pelanggaran bisa dikurangi.

Groenewed menjabarkan 11 faktor risiko organisasi yang bisa mengarahkan pekerja lapangan melakukan pelanggaran. Yaitu: desain atau tata ruang tempat kerja; pelatihan untuk optimalisasi kinerja; perangkat keras pekerjaan (mesin, peralatan); komunikasi (tertulis dan verbal); manajemen perbaikan (penjadwalan dan pelaksanaan perbaikan); konflik tujuan (prioritas K3 dibandingkan tujuan produksi dan pengendalian biaya); penatalaksanaan/housekeeping (penyimpanan dan fasilitas limbah); kualitas struktur organisasi; kondisi pemicu error eksternal (panah, dingin, bau) dan internal (motivasi, kebosanan, perilaku sok jantan); pelindung kerja (semisal Alat Pelindung Diri, Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan); dan prosedur (kualitas dan efisiensi prosedur atau persyaratan kerja).

HSE UK juga memberikan rekomendasi dalam pencegahan pelanggaran K3 dengan membagi berdasarkan 3 kategori pelanggaran yang telah disebutkan sebelumnya.

Pelanggaran rutin bisa diminimalisir dengan meningkatkan persepsi pekerja terhadap risiko kerja, meningkatkan pemahaman akan maksud dibalik sebuah peraturan dan konsekuensi jika dilanggaran peraturan tersebut (kegagalan apa yang akan terjadi jika peraturan dilanggar), mengefektifkan pengawasan; dan mengurangi sejumlah peraturan yang tidak perlu.

Pelanggaran situasional bisa diminimalisir sebab-sebab pekerja “memotong kompas” seperti desain kerja yang buruk, persyaratan kerja yang tidak sulit dipenuhi, beban dan target kerja yang tidak realistis, prosedur yang tidak realistis dan faktor lingkungan yang merugikan.

Pelanggaran exceptional bisa dikurangi dengan perbaikan sikap atau budaya organisasi (pelibatan pekerja, mempromosikan pelaporan pelanggaran, dan memberikan pelatihan tambahan guna menghadapi kondisi tidak normal atau darurat.

Sejatinya, peraturan dan prosedur K3 dibuat untuk mencegah kecelakaan, namun terkadang, bisa jadi ketidakpatuhan untuk mengikuti prosedur memberikan hasil akhir yang lebih selamat, misalnya pada kasus yang istimewa/pengecualian. Beberapa pekerja di Piper Alpha platform melompat dari platform -melanggar prosedur tanggap darurat untuk mengakses sekoci penyelamat di area akomodasi-, namun, malah pekerja yang mengikuti prosedur tanggap darurat yang pada akhirnya tewas dalam kejadian kebakaran dan ledakan di platform Piper Alpha tahun 1988.

Karenanya, pelanggaran yang tidak memberikan hasil akhir yang negatif, tidak masuk ke dalam kategori pelanggaran di dalam klasifikasi human error (kesalahan manusia).

Akhirnya, mengetahui tipe dan motivasi pelanggaran menjadi penting agar bisa mengidentifikasi penyebab dan membuat program pengendalian yang tepat, bukan hanya sekedar mengambil tindakan disipliner yang bisa jadi tidak akan memberikan perbaikan apa-apa terhadap penurunan kejadian pelanggaran di tempat kerja.


---000---

Penyusun:
Syamsul Arifin, SKM, MKKK.
Praktisi K3 Balikpapan

Referensi:
·         Health and Safety Executive UK. Human Failure Types.
·         OSHwiki, EU-OSHA. Violation of OSH rules and procedures. Diakses di: https://oshwiki.eu/ wiki/Violation_of_OSH_rules_and_procedures
·         National Offshore Petroleum Safety and Environmental Management Authority (NOPSEMA). Human Error. Di akses di https://www.nopsema.gov.au/ resources/human-factors/human-error/


Tulisan ini dimuat juga di Majalah Katiga, edisi April - Mei 2018

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar