06 Maret 2020

Dampak Negatif Insentif Keselamatan

Tidak sedikit perusahaan yang mencanangkan target nihil kecelakaan kerja baik yang 'lost time accident' ataupun 'recordable accident'. Tidak jarang, target tersebut dikaitkan dengan bonus atau insentif tertentu. Bahkan pemerintah pun mengeluarkan award atau penghargaan untuk pencapaian tersebut.

Program insentif/bonus yang diberikan perusahaan jika pekerjanya berhasil mencapai nilai rate insiden tertentu, ternyata bisa berdampak negatif, demikian laporan Government Accountability Office (GAO) bulan April 2012.

Sebagai contoh kasus, ledakan yang terjadi Maret 2005 di kilang British Petroleum di Texas yang menewaskan 15 pekerja dan mencederai 180 pekerja lainnya. Pengilangan tersebut memiliki program insentif yang mengikat bonus pekerja -akan diberikan jika mencapai angka kecelakaan dan sakit yang rendah. Sebuah studi pasca ledakan yang dilakukan oleh tim independen pada Januari 2007 menemukan salah satu isu –diantara sebab lain terjadinya ledakan- bahwa para pekerja takut akan akibat yang didapat jika melaporkan kondisi yang berpotensi bahaya di area pengilangan.

Pada Oktober 2009, GAO juga menerbitkan laporan bahwa program insentif keselamatan bisa menjadi faktor kekhawatiran disincentive (kehilangan uang bonus) yang mendorong para pekerja untuk tidak melaporkan cedera atau sakitnya kepada perusahaan.

Sebagai bagian dari Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, banyak perusahaan yang menerapkan program insentif/bonus untuk mendorong keselamatan di tempat kerja. Program tersebut umumnya berupa memberikan hadiah ke para pekerja jika mencapai obyektif keselamatan tertentu. Contoh dari hadiah tersebut bisa berupa uang, makanan, barang atau pengakuan secara terbuka. Perusahaan bisa membuat penilaiannya berdasarkan kinerja individu maupun grup, tergantung format program yang diinginkan.

Secara umum, ada 2 tipe program insentif: program yang berdasarkan angka rate -yang diberikan ke para pekerja jika bisa mempertahankan rate insiden cedera atau sakit yang rendah- dan program insentif yang berdasarkan perilaku –yang diberikan terkait perilaku tertentu semisal jika pekerja melaporkan bahaya, nearmiss, merekomendasikan saran perbaikan mengenai keselamatan, dll-.

Program yang berdasarkan angka rate akan memberikan penghargaan semisal bonus dan hadiah kepada  pekerja atau grup yang tidak memiliki atau mempunya angka cedera dan sakit yang rendah selama periode waktu tertentu. Sebagai contoh program insentif berdasarkan angka rate, perusahaan akan memberikan semua pekerja bonus uang 1 juta jika tidak ada kecelakaan dan sakit yang tercatat selama satu tahun penuh.

Program yang berdasarkan perilaku akan memberikan penghargaan kepada pekerja atau grup yang telah menunjukkan perilaku keselamatan, namun tidak terikat dengan nilai rate cedera atau sakit yang rendah. Contoh program insentif berdasarkan perilaku, perusahaan akan memberikan kartu hadiah jika pekerja mengidentifikasi-melaporkan kondisi yang berbahaya dan memberikan saran perbaikan untuk keselamatan. Program ini juga bisa mengikutkan pemberikan tindak kedisiplinan bagi pekerja yang tidak mengikuti prosedur atau peraturan keselamatan.

Meski tidak banyak penelitian ilmiah yang membahas korelasi antara program insentif dengan angka kecelakaan dan pelaporan kecelakaan, namun beberapa ahli mengatakan bahwa program insentif berdasarkan rate bisa mendorong keengganan untuk melaporan kecelakaan dan sakit.

Sebagai ilustrasi, jika pekerja mendapatkan cedera ringan yang mudah disembunyikan, sedangkan hadiah dari program insentif keselamatan cukup besar, maka dia kemungkinan besar akan menyembunyikan kecelakaannya agar bisa tetap mendapatkan hadiah.

Potensi untuk tidak melaporkan kecelakaan bahkan menjadi lebih besar jika ada peer pressure/tekanan kelompok pada korban untuk tidak melaporkan cederanya. Hal ini bisa terjadi apabila format program insentif hanya akan memberikan hadiah kepada tim jika tidak ada satupun dari anggota tim yang mengalami kecelakaan, maka akan ada tekanan kepada seluruh anggota tim untuk tidak melaporkan kecelakaan karena tidak ingin dianggap sebagai orang yang merusak bonus banyak orang.

Jika ada pekerja yang tidak melaporkan kecelakaan atau sakitnya, seluruh pekerja di dalam perusahaan berada dalam resiko karena sumber bahaya akan tetap tersembunyi, tidak ada hal yang bisa dipelajari sebagai hasil dari investigasi kecelakaan, tidak ada tindak perbaikan yang dilakukan guna mencegah terulangnya kecelakaan itu di masa mendatang, dan pekerja yang cedera tersebut bisa jadi tidak mendapat perawatan medis yang diperlukan, atau pekerja tersebut tidak mendapat kompensasi yang seharusnya dia dapatkan.

Meski program insentif-berdasarkan-rate bisa mendorong pekerja untuk tidak melaporkan kecelakaan atau sakit, efek serupa penerapan program ini mungkin tidak akan terlihat signifikan pada perusahaan yang telah memiliki budaya keselamatan kerja yang kuat.

Pada Juni 2011, Occupational Safety and Health Administration (OSHA) menerbitkan memo kebijakan tentang kriteria spesifik untuk program insentif keselamatan, isinya mengenai format program insentif yang dianjurkan dan yang dilarang.

Bagi perusahaan yang ikut dalam program Voluntary Protection Programs (VPP), OSHA mengharuskan perusahaan-perusahaan tersebut untuk menghilangkan atau merubah bentuk program insentif yang dapat mendorong pekerja untuk tidak melaporkan kecelakaan ataupun sakit.

Namun OSHA tidak melarang semua bentuk program insentif, karena pada kenyataannya, program insentif yang positif akan mendorong atau memberikan penghargaan bagi pekerja yang terlibat dalam panitia keselamatan perusahaan, menyelesaikan pelatihan keselamatan dan kesehatan, atau melaporkan kecelakaan, sakit, near miss, atau bahaya yang pada akhirnya akan mendorong keterlibatan pekerja di dalam Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Sistem insentif yang mendorong keterlibatan pekerja merupakan suatu hal yang berharga dalam Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja perusahaan.

Sebagai praktisi K3, sudah saatnya kita mengubah perspektif ketika membuat program insentif K3. Kita harus mulai memandang K3 sebagai kapasitas, bukan hanya sebagai produk/hasil akhir suatu aktifitas (tidak ada kecelakaan). Sederhananya, jangan dilihat dari aspek lagging indikator, tapi mulailah untuk menilai/mengapresiasi usaha proaktif pencegahannya (leading indicator).

Mengutip Sidney Dekker, "we should not define safety as an absence of negatives, but the presence of positive capacities", kita sebaiknya tidak mendefinisikan keselamatan sebagai ketiadaan hal negatif, tapi mendefinisikan keselamatan sebagai keberadaan kapasitas positif (organisasi).

Tempat kerja tanpa kecelakaan bagai mimpi indah di tengah siang bolong. Gimik bombastis yang terlalu menyederhanakan persoalan untuk merebut hati manajemen (dan menyesatkan mereka).

Saatnya kita membangun organisasi pembelajar sejati, yang menerima fakta bahwa manusia bisa saja berbuat salah. Jadikan kecelakaan bukan sebagai aib, tapi sebagai momen menuju perbaikan berkelanjutan (continuous improvement).

Jangan pernah beranda-andai kecelakaan tidak akan terjadi, tapi persiapkan sistem yang bisa meredam kecelakaan dan dampaknya sehingga tidak akan ter-eskalasi menjadi serius -deteksi dini kondisi abnormal dan recover bencana. Hal ini bisa dibangun kalau ada pelaporan kejadian yang intens, sehingga bisa menjadi umpan balik perbaikan organisasi dan tempat kerja.

Kita mungkin sudah baik dalam mengidentifikasi bahaya, tapi apakah kita juga sudah mempersiapkan hal-hal yang diperlukan ketika terjadi hal yang tidak diinginkan, supaya bisa segera meredam dan segera melanjutkan operasi bisnis dalam kondisi normal?

Meyakini kecelakaan akan terjadi menjadikan kita sebagai manusia/pekerja yang realistis (vulnerable atau rentan celaka), sadar bahaya dan risiko, dan siap menghadapi kondisi siaga darurat.

Maka dari itu, harus dipahami bahwa insentif yang niat awalnya untuk memotivasi pekerja dalam aspek keselamatan, bisa jadi bumerang yang malah memukul kinerja positif pelaporan kejadian, kalau tidak diterapkan dengan benar.


---000---

Penyusun: Syamsul Arifin, SKM. MKKK.
Kandidat Doktor Manajemen, Universitas Brawijaya

Referensi:
  • Government Accountability Office. Better OSHA Guidance Needed on Safety Incentive Program. April 2012. Washington, USA.
  • Occupational Safety & Health Administration. Employer Safety Incentive and Disincentive Policies and Practices Memo. Maret 2012. Washington, USA.
  • Dekker, Sidney. Safety Differently. Human Factors for a New Era. 2015. Florida, USA.



Artikel ini dimuat juga di majalah Katiga Edisi Februari-Maret 2020.

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar