19 Agustus 2022

Pekerja adalah masalah yang harus dihilangkan atau solusi yang harus diberdayagunakan?

Sukses dalam mendefinisikan masalah adalah setengah dari keberhasilan, atau seperti kata John Dewey, "a problem well-defined is a problem half solved."

Dulu, mungkin sama seperti pengalaman rekan-rekan lainnya juga ketika menyusun skripsi/tugas akhir kuliah. Yang ditanyakan/didahulukan/diprioritaskan adalah menemukan masalah penelitiannya.

Demikian juga ketika bekerja, tipikal kerangka pelaksanaan proyek umumnya dimulai dari penentuan masalah (atau bisa juga penawaran nilai tambah sih), kemudian brainstorming opsi solusi yang tersedia, pemilihan solusi, dst.

Di dalam dunia K3, kesalahan penentuan masalah jamak terjadi. Akibatnya, solusi atau "obat" yang diberikan, tidak mampu menyelesaikan bahkan justru menambah masalah baru! 

Terjadi malpraktik praktik K3!

Kita ambil contoh, masih lumrah orang-orang menganggap pekerja sebagai masalah. Solusi yang ditawarkan sederhana: meningkatkan pengawasan, memperketat prosedur, memberi hukuman berat, dst. 

Solusi sederhana untuk masalah kompleks, jelas keliru. Seperti kata H. L. Mencken, "for every complex problem there is an answer that is clear, simple, and wrong.

Kesalahan ini meluas, dan pastinya didukung oleh petinggi manajemen, karena mudah mencari kambing hitam kalau ada kejadian. "Pasti salah pekerja lapangan". Harus dilatih, dimonitor lebih ketat, diawasi kepatuhan terhadap peraturan atau prosedur, kalau perlu dihukum, biar kapok dan jadi pelajaran supaya kejadiannya tidak berulang!

Kesalahkaprahan ini bisa terjadi karena beberapa hal, mari kita diskusikan satu saja dulu. 

Hal di atas mungkin terjadi karena ada anggapan bahwa sistem kerja (proses, peralatan, prosedur, dll) sudah sempurna, sehingga pekerja cukup mengikuti saja, dijamin selamat.

Padahal, tidak ada sistem yang sempurna. Sistem operasi tercanggih sekalipun akan mendapatkan update berkala, begitu juga dengan aplikasi smartphone, ada perbaruan. Lalu kenapa kita begitu percaya diri meyakini sistem kerja yang kompleks sudah sempurna? 

Padahal tak jarang, sumber daya yang dibutuhkan tidak memadai. Personil kerja slim (bukan badan pekerja yang kurus, tapi jumlah pekerja yang tidak sesuai dengan perhitungan kebutuhannya), peralatan tidak berkualitas (menyesuaikan dengan daya beli yang terbatas alias murah meriah), pelatihan kompetensi yang tidak kunjung diberikan, dst. 

Justru manusia hadir disitu mengisi gap kekurangan, workaround, improvisasi, melakukan adaptasi, terus menerus mengelola perubahan, memonitor perubahan, menyesuaikan dengan tantangan, berusaha memenuhi tarikan kepentingan yang terkadang saling bertolak belakang, dst.

Yuks kita lihat pekerja dari sudut yang berbeda, bukan sebagai sumber masalah keselamatan, tapi sebagai sumber solusi atas masalah yang ada.

Problemnya adalah, apakah kita mau mulai mendayagunakan, melibatkan, dan menggandeng pekerja agar muncul sebagai solusi. "Memeras" potensi mereka, memanfaatkan keanekaragaman/diversity pengalaman-pendidikan-sudut pandang yang berbeda untuk kemajuan organisasi bersama. 

Ataukan justru kita mau terus menjadi "polisi" dan senang dengan cara singkat, menemukan "root cause" permasalahan keselamatan di tempat kerja, dengan menganggap pekerja sebagai masalah yang harus dihilangkan/dikendalikan?

Beritahu saya pendapat anda? 



---000---


Balikpapan, 13 Juli 2022

Syamsul Arifin, SKM. MKKK.

Praktisi K3LH. 

Postingan terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar